Jakarta (ANTARA) - Wilayah Jakarta Utara dikenal sebagai wilayah pesisir yang penuh dengan kepadatan lalu lintas kendaraan besar, terik panas matahari membakar kulit hingga padat pemukiman.

Namun, lain hal ketika memasuki Gedung Kantor Wali Kota Jakarta Utara terdapat satu tempat yang menyita perhatian, yakni kafe yang memiliki koleksi sejumlah buku dan dekorasi yang modern ala kekinian atau "cozy".

Baca juga: Jakarta kemarin, vaksin "booster" hingga gerai vaksinasi di JIS

Sepintas tidak ada yang berbeda penampakan seorang barista yang sigap melayani dan meracik minuman yang dipesan oleh seorang pembeli di kafe tersebut.

Seperti kafe umumnya hanya sekedar untuk tempat untuk memesan makanan dan minuman. Menilik saat memesan minuman, penulis terkejut karena peracik minuman kopi atau barista merupakan seorang kebutuhan khusus atau disabilitas pendengaran.

Nampak juga di sisi kafe terdapat spanduk (banner) yang menginformasikan berupa gambar jari tangan mengisyaratkan huruf alfabet.

Bukan hanya itu, seorang barista bernama Asep ternyata tidak sendiri, tapi terdapat karyawan lain yang memiliki beberapa kekurangan secara fisik, seperti Sopian yang bertugas sama seperti Asep sebagai barista menyandang gangguan pendengaran.

Pun Citra yang menyandang tuna daksa dan Akmal yang menyandang buta parsial (tidak dapat melihat sebelah matanya) sebagai pelayan di kafe tersebut.

Seketika penulis merasa penasaran sekaligus salut karena sebuah usaha seperti kafe mau memperkerjakan disabilitas dan jarang ditemui kafe mengkaryakan kaum kebutuhan khusus tersebut.

Kafe yang memiliki tempat tidak terlalu besar kira-kira dengan luas panjang lebar 7x3 meter ini hanya menampung sekitar 10 orang bernama Difabel Bazis DKI (Difabis) Coffe & Book.

Seorang pegawai kafe Difabis Coffee & Book sedang meracik minuman di Jakarta Utara, Rabu (20/3/2022) (ANTARA/Ilham Kausar)
Baca juga: Penyandang disabilitas Jakarta segera dapat layanan habilitasi harian

Setelah minuman, penulis diantarkan salah satu pelayan dan tidak lama ada seseorang berbadan tegap datang menghampiri, pria tersebut bernama Ahmad Kahfi. Pria yang bekerja sebagai staf Pendayagunaan Bazis Jakarta Utara ini ternyata salah satu pengelola kafe tersebut.

Dia menceritakan bahwa konsep kafe ini adalah pengunjung bisa menikmati kopi atau minuman lainnya juga dapat membaca sejumlah buku yang disediakan, sehingga santai dapat dan ilmu juga dapat.

Selain itu, menu yang dihidangkan di kafe ini cukup bervariasi, terdapat sekitar 15 menu minuman kopi tapi bagi pembeli yang tidak bisa menikmati kopi jangan khawatir disini juga menyediakan minuman non kopi, seperti teh, matcha atau minuman kekinian lainnya.

Untuk urusan harga di kafe ini juga relatif terjangkau dan dijamin tidak membuat kantong "jebol", mulai dari harga Rp10 ribu-Rp15 ribu pembeli sudah dapat menikmati kopi yang tidak kalah dengan kopi yang terkenal di Jakarta.

Wujud Kolaborasi

Kahfi bercerita Difabis Coffee & Book ini merupakan wujud kolaborasi antara Pemkot Jakarta Utara, Sudin Sosial Jakarta Utara, dan Bazis DKI Jakarta Utara untuk ikut mensukseskan program Jakpreneur yang melibatkan penyandang disabilitas agar setara dengan warga pada umumnya.

Seperti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang sedang gencar menggaungkan sebuah visi kolaborasi dan kreasi dengan menyentuh warga dari semua lapisan masyarakat.

Kolaborasi tersebut bisa dilihat dari Bazis DKI Jakarta Utara yang memiliki gagasan kafe ini, kemudian Pemkot Jakarta Utara yang menyediakan tempat, lalu ada dari Sudin Sosial yang menyediakan pekerja yang difabel.

Kahfi menjelaskan mengenai para karyawan kafe direkrut berdasarkan hasil seleksi dari 25 orang yang direkomendasikan oleh Dinas sosial Pemprov DKI Jakarta dan kemudian diseleksi kembali oleh pihak Bazis Jakarta Utara.

Kemudian koleksi sejumlah buku yang didukung oleh Sudin Perpustakaan dan Kearsipan Pemprov DKI Jakarta membuat kafe ini bisa berdiri karena kolaborasi tersebut.

Seorang pembeli kafe Difabis Coffee & Book menunjukkan program “traktir kopi” di Jakarta Utara, Rabu (20/3/2022) (ANTARA/Ilham Kausar)
Baca juga: DPRD DKI minta perda disabilitas cantumkan jaminan kesehatan

Kahfi menambahkan Difabis Coffee & Book juga memiliki program kolaborasi yang diberi nama “traktir kopi” yang diselenggarakan setiap hari Jumat.

Para pembeli bisa mentraktir para dhuafa, yatim atau untuk warga yang tidak mampu membeli kopi dengan membayar Rp30 ribu, rinciannya Rp15 ribu untuk pembeli dan Rp15 ribu untuk yang membutuhkan.

Program yang sudah berjalan selama satu bulan ini cukup mendapat antusias dari pembeli dan harapannya kafe ini dapat mengadakan santunan atau mengajak teman-teman difabis untuk ngopi bersama di lokasi tersebut.

Kahfi juga sangat bersyukur Difabis Coffee & Book bisa berjalan sesuai harapan dan juga diberi tempat untuk bisa mengelola sekaligus membantu teman-teman sesama kita yang mempunyai kekurangan.

Bahkan kendala yang dihadapi oleh kafe ini hampir tidak ada, kendala yang terlihat hanya perbaikan di tata ruang yang masih mencari-cari yang cocok untuk membuat penjual dan pembeli nyaman lalu komunikasi mereka dan pembeli.

Salah seorang pembeli Anissa juga sangat mendukung langkah Difabis Coffee & Book dalam merekrut karyawan, seperti Asep dkk.

Selain membantu mereka dalam menambah pendapatan langkah ini juga dinilai mampu mendongkrak kepercayaan diri para kaum minoritas seperti mereka untuk bisa bekerja layaknya orang normal.

Karena kita tahu selama ini para kaum difabel masih sulit untuk mengakses lapangan pekerjaan di Indonesia khususnya di ibu kota.

Bahkan, komentar miring yang berkembang di masyarakat untuk kaum difabel juga masih sulit dibendung, seperti mereka tidak akan bisa mengimbangi pekerjaan layaknya orang normal, takut para konsumen atau pembeli jadi ragu dengan layanan mereka dan masih banyak lagi.

Harapannya konsep kafe seperti ini dapat berkembang dan ditiru sehingga membuat para difabis lebih banyak lagi bisa bekerja di Jakarta Utara bahkan di seluruh wilayah Jakarta untuk menambah penghasilan.

Kaum seperti Asep dkk juga merasa bangga bisa masuk dari bagian Difabis Coffee & Book, padahal mereka sebelumnya pesimis untuk dapat pekerjaan di Jakarta dengan keadaan fisik.

Seperti kata pepatah semua bisa karena biasa, ini juga berlaku bagi kaum seperti mereka yang tidak berbeda dengan kita yang lahir dalam keadaan normal, jika mereka diberi pelatihan, pembelajaran, motivasi dan yang pasti jika diberi kesempatan, mereka juga akan bisa melakukan yang orang normal lakukan.

Baca juga: Pencuri mobil di Ciracas seorang disabilitas tuna daksa

Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2022