Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyampaikan pembangunan desa cerdas berbasis digital dapat membuka berbagai peluang yang ada serta mendorong kemandirian desa.

"Di wilayah terpencil pun selama ada konektivitas maka juga akan memperoleh peluang yang sama," ujar Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko dalam sambutan webinar "Membangun Desa Cerdas Berbasis Digital" yang diikuti di Jakarta, Rabu.

Ia menyampaikan, BRIN memiliki kapasitas untuk terus meningkatkan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, tidak hanya berupa rekomendasi kebijakan tetapi juga implementasi atau aplikasinya.

Ia menambahkan, hal tersebut juga mencakup pembangunan daerah yang demokratis dengan tata Kelola pemerintahan yang baik (good governance), efektif dalam mengeksekusi program untuk rakyat dan mendorong kemandirian desa melalui inovasi yang penuh keadaban.

Menurutnya, digitalisasi di semua sektor dan level sedang terjadi, termasuk di lingkungan desa. Situasi itu mempersempit jurang pembeda antara kota dan desa, karena setiap orang di manapun berada memiliki kesempatan dan akses yang relatif sama.

Baca juga: Wapres: Relokasi warga bencana menerapkan konsep Desa Cerdas

Oleh karena itu, lanjut dia, BRIN mendukung dan mempromosikan pengembangan sistem pendataan presisi berbasis komunitas di level desa.

"Data presisi ini melengkapi sistem pendataan yang ada, sekaligus memastikan pembaruan data yang lebih cepat dan akurat," tuturnya.

Dalam kesempatan sama, Profesor Riset Bidang Politik dan Pemerintahan R. Siti Zuhro mengatakan pembangunan desa cerdas berbasis digital adalah pembangunan yang memberikan pendidikan kepada masyarakat yang sarat dengan civil education, meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat.

Kemudian, juga meningkatkan kualitas pelayanan publik dan smart local governance, menumbuhkembangkan kreativitas ekonomi masyarakat berbasis Iptek, mendorong masyarakat, dan menjaga pola hidup dan lingkungan yang bersih dan sehat, serta menjaga, memelihara, dan mengembangkan nilai-nilai warisan seni dan budaya lokal secara berkelanjutan.

Baca juga: Mendes: Pengembangan smart village tidak boleh gerus kearifan lokal

Untuk mendukung hal itu, ia menekankan, perlu adanya partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan yang terdiri dari pemerintah, dunia usaha, masyarakat, akademisi, civil society dan media.

"Pemerintah, baik di pusat dan daerah berkewajiban untuk menyiapkan regulasi, fasilitasi dan dana untuk pelayanan publik pada pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan, pemeliharaan seni dan budaya daerah," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan Informasi Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ivanovich Agusta mengatakan saat ini tercatat ada 233 desa digital atau smart village.

"Indikator utama smart village itu ketika melakukan pembangunan di desa berbasis data dan melakukan layanan kepada masyarakat berbasiskan teknologi informasi," tuturnya.

​​​​​​

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022