Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum KPK mendalami aliran dana suap yang diduga diterima mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto yang digunakan untuk pembelian tanah di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

"Fotokopi KTP pembeli dikumpulkan, lalu namanya adalah M Ardian, tapi saya tidak kenal Ardian, saya hanya tahu nama dari pengurusan pencatatan jual beli saja," kata Majid Dilharom di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Majid selalu sekretaris desa yang juga bertugas mencatat transaksi jual beli tanah di desa tersebut mengatakan ia tidak pernah bertemu Ardian di desa itu.

Majid menjadi saksi untuk dua orang terdakwa, yaitu mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto yang didakwa mendapatkan suap sebesar Rp1,5 miliar dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar yang mendapat suap Rp175 juta dari Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya dan LM Rusdianto Emba terkait persetujuan dana pinjaman PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.

Baca juga: Saksi sebut eks Dirjen Kemendagri tagih Rp900 juta dari Muna Barat

"Yang tercatat itu kepemilikan vila sejak 2013 atas nama M Ardian. Kami hanya catat harga lalu KTP penjual dan pembeli, juga KTP saksi, itu juga lewat Pak Lis," ungkap Majid.

Lis yang dimaksud adalah Lisma Jaya yang diminta Ardian untuk mengurus vila dan lahan miliknya di desa tersebut sejak 2015.

Lisma Jaya yang juga menjadi saksi dalam perkara tersebut mengatakan Ardian mempunyai 7 bidang tanah yang dibeli secara bertahap, antara lain pada 19 Maret 2021, 20 April 2021, 20 Agustus 2021, dan 21 Agustus 2021.

"Awalnya Pak Ardian mengatakan kepada saya, suruh cari orang yang jual tanah, kalau ada tanah yang murah-murah boleh dibeli lalu saya carikan," kata Lisma.

Baca juga: Ajudan akui antar amplop isi dolar Singapura ke eks Dirjen Kemendagri

Harganya Murah, menurut Lisma, adalah sekitar Rp100 ribu per meter persegi 

"Ada yang dibeli seharga Rp30 jutaan, Rp40 jutaan," ungkap Lisma.

Lisma mengatakan Ardian tidak pernah namanya disamarkan saat membeli tanah.

"Tidak ada permintaan dari Pak Ardian disamarkan namanya, ditulis apa adanya," tambah Lisma.

Saat ini, Lisma mengaku 7 bidang tanah milik Ardian sudah dipasang plang "sita" oleh KPK, meski begitu ia tetap menggarap tanah tersebut.

Baca juga: Saksi: Bupati Kolaka Timur kucurkan Rp3,355 miliar untuk pencairan PEN

"Tetap digarap ada tanamannya, tetap dirawat dan diambil hasilnya," ungkap Lisma.

JPU KPK juga menghadirkan dua orang penjual tanah, yaitu Deni yang menjual tanah senilai Rp33 juta kepada Ardian melalui Lisma dan Saani yang menjual tanah senilai Rp15 juta kepada Ardian melalui Lisma.

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terakhir yang dikumpulkan Ardian ke KPK saat masih menjabat sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri pada 11 Desember 2020, Ardian tidak mencantumkan kepemilikan vila dan tanah di Bogor.

Harta yang dimiliki Ardian saat itu tercatat senilai Rp7,366 miliar yang terdiri atas tanah dan bangunan di Jakarta dan Bekas senilai Rp6,45 miliar serta harta bergerak lain dan kas.

Dalam dakwaan disebutkan, selain untuk Ardian, Andi Merya, dan Rusdianto Emba juga memberikan suap kepada Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke senilai Rp730 juta dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar senilai Rp175 juta sehingga total suap untuk tiga orang adalah sebesar Rp2,405 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022