Hingga akhir 2022, perseroan memproyeksikan kinerja keuangan yang tumbuh positif dengan memperoleh total pendapatan mencapai 42,19 juta dolar AS atau setara Rp626,44 miliar. Target tersebut melonjak 37 persen dibandingkan dengan pendapatan tahunan GT
Jakarta (ANTARA) - Emiten pelayaran terintegrasi PT GTS Internasional Tbk (GTSI) membukukan laba 4,18 juta dolar AS atau setara Rp62,05 miliar (kurs Rp14.848 per dolar AS) pada semester I-2022, berbanding terbalik dengan kinerja perseroan pada periode sama tahun lalu yang mencatat rugi 724.390 dolar AS.

Direktur GTSI Dandun Widodo mengatakan, perolehan laba tersebut ditopang pendapatan yang mencapai 21,14 juta dolar AS atau setara Rp313,91 miliar pada semester I-2022, melonjak 117,9 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya 9,76 juta dolar AS atau setara Rp144,97 miliar.

"Hingga akhir 2022, perseroan memproyeksikan kinerja keuangan yang tumbuh positif dengan memperoleh total pendapatan mencapai 42,19 juta dolar AS atau setara Rp626,44 miliar. Target tersebut melonjak 37 persen dibandingkan dengan pendapatan tahunan GTSI pada 2021," ujar Dandun dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Sementara itu, perseroan turut membidik keuntungan 8,11 juta dolar AS atau setara Rp120,49 miliar sepanjang 2022, atau membalikkan kinerja perseroan yang tercatat rugi 16,21 juta dolar AS pada 2021.

Dandun optimistis target tersebut dapat tercapai sejalan dengan peningkatan kinerja di seluruh lini bisnis perseroan. Dandun memaparkan prospek cerah bisnis perseroan pada segmen transportasi gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG) khususnya di wilayah Indonesia Tengah dan Timur.

"Gasifikasi 33 pembangkit listrik di wilayah Indonesia Tengah dan Timur jadi target pangsa pasar GTSI selanjutnya. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah terhadap upaya peningkatan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025," kata Dandun.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah meneken Keputusan Menteri No. 13 Tahun 2020 tentang Gasifikasi Pembangkit Tenaga Listrik. Dalam aturan tersebut, terdapat 33 titik pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang bakal segera disulap menjadi pembangkit listrik berbasis gas bumi (PLTG) oleh PT Pertamina (Persero).

Nantinya, lanjut Dandun, sebanyak 33 titik gasifikasi pembangkit listrik itu akan membutuhkan pasokan gas bumi dengan kapasitas mulai dari 0,5 sampai 8 billion british thermal unit per day (BBTUD) yang akan commercial operation date (COD) pada 2024.

Seiring meningkatnya permintaan gas alam di Indonesia, perseroan berkomitmen untuk meningkatkan pangsa pasar bisnis yang dijalankan baik pada segmen transportasi LNG ataupun unit penyimpanan dan regasifikasi terapung (Floating Storage and Regasification Unit/FSRU).

"Kami ingin meningkatkan pangsa pasar kami, baik pada transportasi LNG atau unit penyimpanan dan regasifikasi terapung sejalan dengan komitmen pemerintah meningkatkan bauran EBT yang berdampak pada meningkatnya demand gas di Indonesia," ujar Dandun.

Pada segmen penyimpanan dan regasifikasi terapung, GTSI telah menjadi pemimpin pasar dengan memiliki serta mengelola sebanyak 2 dari 4 unit FSRU yang saat ini beroperasi di Indonesia.

Salah satu FSRU yang dimiliki dan dikelola oleh GTSI adalah FSRU Jawa Satu, merupakan infrastruktur LNG yang digunakan untuk memasok dan mencukupi kebutuhan vital energi nasional pada wilayah Jawa, Madura, dan Bali.

Selain bergerak pada segmen transportasi LNG dan FSRU, GTSI turut menyempurnakan layanan bisnisnya dengan menghadirkan segmen pengelolaan kapal LNG yang dijalankannya melalui PT Humolco LNG Indonesia.

GTSI tercatat dalam sejarah sebagai pionir penyedia jasa transportasi LNG pertama di Indonesia. Meski baru didirikan pada 2012, bisnis pengiriman LNG itu telah ditekuni oleh induk usaha GTSI, PT Humpuss sejak 1986.

Baca juga: Humpuss raup pendapatan Rp363,33 miliar di kuartal I-2022

Baca juga: Emiten pelayaran BULL optimistis tangkap peluang di masa pandemi

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022