Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa terjadinya kekerdilan pada anak (stunting) sangat berkorelasi erat dengan kehamilan yang tidak diinginkan oleh ibu atau sebuah pasangan.

“Salah satu risiko dari kehamilan tidak diinginkan adalah anak yang dilahirkan mengalami stunting. Padahal, kualitas hidup seorang anak menjadi tidak optimal ketika terdampak stunting,” Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto dalam peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia 2022 di Ciawi, Jawa Barat, Jumat.

Boni menekankan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan membuat anak seringkali mendapatkan perlakuan yang diskriminatif dari keluarga juga kurangnya kasih sayang dan pengasuhan. Padahal selain pemberian asupan gizi yang seimbang, pola asuh turut menentukan terjadinya stunting pada anak.

Kurangnya niat orang tua untuk mengasuh karena menganggap anak tersebut tidak diinginkan, membuka potensi lebih lebar anak terkena stunting, sehingga dapat mengancam kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan.

Stunting memberikan dampak negatif berkepanjangan pada anak. Seorang anak dapat mengalami gagal tumbuh baik secara fisik maupun perkembangan jaringan otak. Akibatnya kecerdasan anak tidak optimal dan akan sangat mempengaruhi keproduktivitasan dan kreativitas di usia produktif. Risiko anak terkena lebih banyak penyakit turut membesar di masa tua.

“Anak yang dilahirkan namun tidak diinginkan, akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan psikososial, yang baru berkurang ketika ia menginjak usia 30 tahun, terutama anak tunggal. Ini juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa dalam hal berinovasi dan berkompetisi di tingkat global,” kata Boni.

Boni menyebutkan BKKBN berusaha mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan di antaranya dengan gencar memberikan edukasi terkait keluarga berencana, pemakaian alat kontrasepsi dan menyediakan layanan kesehatan bagi ibu yang berkualitas yang dilakukan sejak dini sehingga 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak dapat maksimal.

Pemantauan penggunaan kontrasepsi secara berkala pada pasangan usia subur juga sedang dimaksimalkan. Termasuk pemberian pendampingan dan konseling pada ibu yang mengalami kehamilan tidak diinginkan.

“Dalam rangka pencegahan stunting, maka salah satu intervensi yang dilakukan berupa upaya pencegahan kehamilan setelah melahirkan sampai dengan anak berusia minimal dua tahun dengan pelayanan KB pasca persalinan. Hal ini dilakukan dengan harapan ibu dapat memberikan ASI kepada anak secara optimal dan menghindari memiliki anak dengan jarak kelahiran yang terlalu dekat,” ujar dia.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2022