Ada delapan anak di bawah umur yang menjadi korban kekerasan seksual dan kami memberikan pendampingan.
Mukomuko (ANTARA) -
Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu melakukan pendampingan terhadap delapan anak korban kekerasan seksual terjadi Januari hingga Juli 2022.
 
"Ada delapan anak di bawah umur yang menjadi korban kekerasan seksual dan kami memberikan pendampingan," kata Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Mukomuko Vivi Novriani dalam keterangannya di Mukomuko, Jumat.
 
Ia mengatakan, selama kurun waktu bulan Januari hingga Juli 2022 instansinya telah melakukan pendampingan terhadap delapan kasus kekerasan seksual yang dialami delapan anak di bawah umur.
 
Ia menjelaskan, dari sebanyak delapan kasus kekerasan seksual terhadap anak tersebut, satu kasus berujung damai dengan dua keluarga pelaku dan korban sepakat untuk berdamai.
Baca juga: Korban kekerasan seksual anak berpotensi alami trauma mendalam
Baca juga: LPSK beri bantuan psikososial korban kekerasan seksual di Jombang
 
Sedangkan tujuh kasus kekerasan seksual terhadap anak berlanjut ke jalur hukum di kepolisian resor setempat.
 
Dia mengatakan, para pelaku kekerasan seksual terhadap delapan orang anak di daerah ini adalah orang terdekat, yakni paman, ayah tiri, tetangga, dan temannya.
 
Menurutnya, mayoritas pelaku orang terdekat, kemungkinan karena rasa percaya kepada orang lain. Kalau merasa percaya, merasa nyaman itu yang disalahgunakan, yakni memanfaatkan rasa percaya
 
Ia menyatakan, instansinya melakukan pendampingan untuk memastikan proses hukumnya berjalan dan anak merasa tidak diintimidasi, karena kasus anak ini harus melihat psikis anak trauma atau tidak.
 
Untuk itu, menurutnya lagi, perlu adanya pendampingan untuk setiap anak yang berhadapan dengan hukum . Kalau anak sebagai pelaku jangan dicampur atau digabung dengan tahanan dewasa.
 
"Psikis anak, jangan sampai anak merasa terintimidasi apalagi pada saat pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP), kalau anak belum siap saat dibuatkan BAP, maka harus ditunda untuk menjaga psikis anak," ujarnya pula.
Baca juga: Menteri PPPA: UU TPKS wujud kehadiran negara lindungi hak korban
 
 
 
 

Pewarta: Ferri Aryanto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022