Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat melalui fungsi jaksa pengacara negara (JPN) berhasil memenangkan perkara gugatan lahan yang berada di bawah pengelolaan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) di Kawasan Mandalika.

Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Sungarpin di Mataram, Senin, menjelaskan bahwa gugatan perkara tersebut terkait hasil Peninjauan Kembali (PK) II JPN melawan Umar di tingkat Mahkamah Agung.

"Jadi, PK II kami dikabulkan. Kami menang mewakili ITDC," kata Sungarpin.

Namun demikian, ia mengaku belum mengetahui isi lengkap dari amar putusan PK II tersebut. Alasan dia karena belum menerima secara resmi petikan putusan.

Ia pun menegaskan bahwa pihaknya belum dapat mengambil langkah sebelum ada petikan putusan dari Mahkamah Agung.

"Dari putusan itu baru bisa ada kajian. Tetapi yang jelas, PK II ini sifatnya final. Tidak ada lagi PK III," ucap dia.

Baca juga: ITDC pastikan klaim lahan tidak ganggu pembangunan The Mandalika

Baca juga: ITDC pastikan pembebasan lahan KEK Mandalika sesuai ketentuan hukum


Perihal nilai aset dalam perkara tersebut, Sungarpin memastikan pihaknya kini sedang melakukan penghitungan. Karena itu belum ada nilai pasti dari upaya kejaksaan menyelamatkan aset milik negara tersebut.

"Pada lahan itu memang ada beberapa bangunan, di antaranya berdiri hotel Pullman, itu masuk hitungan (nilai aset)," ujarnya.

Persoalan di dalam kawasan Mandalika itu berawal dari gugatan Umar yang mengklaim atas kepemilikan lahan tersebut. Perkara gugatan masuk ke pengadilan sejak tahun 2018.

Umar dalam gugatan pertama di tingkat Pengadilan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah, menggugat ITDC sebagai pengelola, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Tengah, BPN NTB, dan BPN RI.

Gugatan juga ditujukan kepada para pihak yang menduduki lahan, di antaranya Hotel Pullman, Royal Tulip, Paramount Lombok Resort And Residence.

Dasar gugatan, Umar memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) tahun 2005 dan tahun 2009 untuk lahan Hak Pengelola Lahan (HPL) Nomor 73 yang dipegang ITDC sebagai pengelola.

Terakhir, Umar menang pada proses PK I di Mahkamah Agung. JPN menanggapi hal tersebut dengan mengajukan PK II dengan menyertakan 12 bukti baru (novum).

Salah satunya, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) NTB tahun 2015. Gugatan Umar menggugat BPN ditolak oleh hakim PTUN.

Dari proses PTUN itu muncul persoalan yang dianggap janggal oleh pihak JPN. Hal itu terkait Umar mengantongi SHM di tahun 2005 dan tahun 2009 yang kembali mengajukan permohonan sertifikat baru ke BPN.

Hasil penyelidikan kejaksaan pun terungkap bahwa SHM tahun 2005 dan 2009 itu tidak memiliki dasar hukum kepemilikan yang kuat.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022