Perlu adanya kewaspadaan
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Kedokteran dan Praklinis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Zulvikar Syambani Ulhaq mengatakan Indonesia perlu membangun kesiapsiagaan jika cacar monyet yang disebabkan virus Monkeypox muncul di Indonesia.

"Walaupun mungkin kasus belum ditemukan, perlu adanya kewaspadaan dan kesiapsiagaan yang baik untuk menghadapi apabila kasus ini muncul di Indonesia," kata Zulvikar dalam Webinar Talk to Scientists bertemakan Cacar Monyet, Darurat Kesehatan Global, dan Apa yang Perlu Kita Ketahui? yang diikuti secara virtual di Jakarta, Senin.

Saat ini memang kasus cacar monyet belum muncul di Indonesia, namun Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah Cacar Monyet berstatus darurat kesehatan global karena terlapor di 78 negara.

Menurut data dari WHO dalam periode Januari-22 Juli 2022, ditemukan sekitar 16 ribu kasus terkonfirmasi cacar monyet dengan lima kematian.

Zulvitar menuturkan kesiapsiagaan yang dibangun meliputi beberapa persiapan agar siap menghadapi cacar monyet.  Pertama adalah peningkatan kapasitas deteksi dan laboratorium yang memadai karena saat ini kit PCR belum tersebar banyak.

Baca juga: Pemerintah dukung penguatan edukasi mengenai penyakit cacar monyet

Baca juga: IPB siap dilibatkan dalam penyelidikan cacar monyet


Oleh karena itu, menurut dia, perlu adanya validitas internal dari masing-masing negara. Jika kit PCR untuk mendeteksi cacar monyet sudah ada, maka bisa menggunakan kit tersebut.

Ia mengatakan sejauh ini dari Kementerian Kesehatan, persiapan kapasitas laboratorium atau kemampuan deteksi sudah cukup baik apalagi karena pada saat COVID-19 menyerang Indonesia, sudah banyak sekali laboratorium yang telah memiliki kemampuan deteksi PCR.

Persiapan kedua adalah peningkatan kesadaran terhadap diagnosis banding dari cacar monyet, yang menekankan pada klinisi. Zulvikar menuturkan klinisi yang sering berjumpa dengan kasus-kasus penyakit kulit terutama dokter spesialis kulit kelamin perlu meningkatkan surveilans.

Jika menemukan pasien yang dicurigai terinfeksi cacar monyet, perlu melakukan skrining lebih lanjut. Oleh karenanya, dokter atau klinisi perlu memiliki kapasitas yang mampu mendeteksi cacar monyet.

Yang harus dipersiapkan berikutnya adalah skrining aktif atau surveilans pada kasus-kasus diagnosis banding cacar monyet yang lebih menekankan pada partisipasi aktif masyarakat dan dokter.

Persiapan selanjutnya berkaitan dengan strategi vaksinasi karena saat ini vaksin cacar monyet belum tersedia cukup banyak. Untuk itu, perlu mempersiapkan strategi vaksinasi jika suatu saat cacar monyet muncul di Indonesia terutama apakah bisa mempunyai vaksinnya.

Hal yang juga harus dipersiapkan adalah kesiapsiagaan mengenai evaluasi pengobatan seperti antiviral dan pengobatan lain untuk kasus-kasus cacar monyet yang parah jika nanti ada pasien cacar monyet.

"Untuk kasus-kasus ringan, pasien akan bisa sembuh sendiri," tutur Zulvikar.

Upaya penting lain yang dilakukan sebagai bagian dari kesiapsiagaan bangsa menghadapi cacar monyet adalah komunikasi yang baik dan intens dengan kelompok-kelompok berisiko misalnya pasien dengan riwayat laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL).

Masyarakat umum juga perlu menerima informasi atau diberikan edukasi untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyakit cacar monyet karena penyakit tersebut dapat menginfeksi semua orang tidak hanya LSL.

"Perlu adanya komunikasi yang intens kemudian memberikan masukan kepada mereka apabila ada gejala seperti ini harus segera melakukan pemeriksaan," ujarnya.

Baca juga: Sandi yakini protokol CHSE bisa tangkal penyebaran cacar monyet

Baca juga: IDI ingatkan peningkatan kewaspadaan setelah cacar monyet masuk ASEAN

 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022