Solo (ANTARA) - Andhika Pratama duduk menyendiri di bagian belakang ruang konferensi pers Media Center ASEAN Para Games ke-11 di Solo, Jawa Tengah.

Di pojok kiri kanannya sudah ada cahaya lampu, kemudian ada kamera di depan dan pemuda itu pun siap beraksi.

Tangan kanan dan kirinya selalu bergerak, bibirnya mengeja alfabet dari kata per kata dengan didukung ekspresi wajah.

Semua bergabung menjadi satu secara bersamaan untuk menyampaikan makna kepada penyandang difabel khususnya tunarungu atau tuli.

Semuanya mengandalkan kemampuan dan gerak-gerik tangannya berupa simbol atau sign yang mengandung pesan, tanpa alat bantu sama sekali.

Saat ini, pemuda kelahiran Jakarta berusia 24 tahun itu mengemban misi sebagai juru bahasa isyarat atau sign language interpreter di ajang olahraga multieven, ASEAN Para Games 2022.

Ucapan yang dilontarkan oleh narasumber dalam jumpa pers, diterjemahkan oleh Andhika kepada penyandang tunarungu, baik yang hadir langsung atau menyaksikan melalui tayangan televisi dan kanal media sosial.

Peran pria berkaca mata itu memang tidak bisa dipandang remeh. Jasanya krusial khususnya bagi atlet atau warga penyandang tunarungu dan tunawicara.

“Kontribusi melalui saya ini masih kecil, tapi setidaknya apa yang kita nikmati, dinikmati juga oleh teman difabel sehingga semuanya sama dan setara,” kata Andhika setelah menyelesaikan tugasnya di Media Center ASEAN Para Games.

Bergaul dengan difabel
 
Juru bahasa isyarat Andhika Pratama menerjemahkan bahasa lisan ke bahasa isyarat untuk tunarungu pada ajang ASEAN Para Games 2022 di Solo, Senin (1/8/2022). (ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna)

Andhika merupakan lulusan Program Studi Bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia pada 2021. Meski baru tahun lalu lulus dari pendidikan formal, namun ia sudah memberikan jasanya sebagai juru bahasa isyarat sejak 2018.

Seringnya bersosialisasi dengan warga difabel khususnya tunarungu dan tunawicara membuat dirinya memahami bahasa isyarat.

Bahkan ia sempat tak sengaja keterusan menggunakan bahasa isyarat di ruang publik.

“Saat itu pesan makanan, tidak sengaja saya pakai bahasa isyarat dan saya baru sadar karena petugasnya sempat bingung,” katanya diiringi senyum.

Pemuda ini pun memberanikan diri menjadi seorang sukarelawan juru bahasa isyarat ketika ajang Asian Para Games 2018 di Jakarta.

Saat itu, banyak atlet dan penyandang difabel tunarungu tersebar di beberapa titik dan perlu mendapat pendampingan dari penerjemah bahasa isyarat.

Meski awalnya gugup namun ia mampu melewati tantangan menjadi juru bahasa isyarat dengan dibantu juru bahasa isyarat yang lebih senior saat itu.

Semangatnya hanya satu, ia ingin memberikan pencerahan kepada penyandang disabilitas karena mereka berhak untuk tahu informasi dan komunikasi.

Ia pun menilai tak ada perbedaan dan tak ada keterbatasan, semuanya sama hanya budaya dan gaya hidup yang menjadi pembeda.

Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin buka ASEAN Para Games 2022

Selanjutnya : tantangan alih bahasa

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2022