Andhika Pratama Juru Bahasa Isyarat pada Peparnas XVI Papua (ANTARA News Papua/Hendrina Dian Kandipi)

Tantangan alih bahasa

Menjadi juru bahasa isyarat tergolong rumit. Ia tak hanya menguasai dan memahami isyarat Indonesia seperti alfabet dan angka dari gerakan tangan, tapi juga memahami alih bahasa asing khususnya bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

Kemudian setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dalam kognisi penerjemah, baru selanjutnya diterjemahkan menjadi isyarat yang semuanya dilakukan secara bersamaan atau simultan.

Penyampaian pesan harus segera dilakukan dengan waktu yang terbatas, sedangkan ucapan dari narasumber terus mengalir.

Andhika menambahkan ada beberapa kosa kata yang belum menjadi kesepakatan bagi masyarakat tunarungu misalnya kata federasi, sehingga harus dieja berdasarkan huruf dengan mimik yang jelas.

Semua isyarat yang disampaikan merupakan kesepakatan yang sudah dipahami oleh masyarakat tunarungu atau tuli sehingga isyarat tak bisa dibuat sendiri-sendiri karena akan menimbulkan perbedaan makna.

Andhika pun kerap diminta menjadi juru bahasa isyarat untuk sejumlah kegiatan pemerintahan di antaranya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait penanganan COVID-19, Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) di Papua 2021, dan sejumlah kegiatan lain di sejumlah daerah.

Baca juga: Andhika Pratama si juru bahasa isyarat pada Peparnas XVI Papua

Setelah ASEAN Para Games di Solo selesai, tugas lain sudah menanti yakni ke Padang juga menjadi juru bahasa isyarat.

Meski begitu, ia mengharapkan jumlah juru bahasa isyarat bertambah terutama di sejumlah daerah di Tanah Air yang jumlahnya belum begitu banyak.

Bahkan, ia pun harus didatangkan dari Jakarta ke Solo menjadi salah satu juru bahasa isyarat di ASEAN Para Games 2022.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebesar 9,7 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 26 juta orang.

Sementara itu, berdasarkan data Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial, jumlah penyandang tunarungu di Indonesia mencapai sekitar 7,03 persen dari total jumlah penyandang disabilitas di Tanah Air.

Keterlibatan Andhika dalam ajang olahraga difabel di Asia Tenggara dua tahunan itu diharapkan mendukung agenda yang inklusif.

Sekretaris Jenderal Indonesia ASEAN Para Games Organizing Committee (INASPOC) Rima Ferdianto mengatakan inklusif itu sesuai slogan ASEAN Para Games di Solo, Berjuang untuk Kesetaraan atau Striving for Equality.

Slogan itu diharapkan benar-benar menginspirasi bahwa semua orang itu setara dalam banyak bidang untuk warga difabel, tak terkecuali keterbukaan informasi.

Pesta olahraga difabel itu diharapkan sudah dirasakan juga oleh penyandang disabilitas melalui diseminasi informasi yang disampaikan juru bahasa isyarat.

Sesuai dengan konvensi PBB yakni Konvensi Hak Orang dengan Disabilitas (UNCRPD), setiap orang memiliki hak atas informasi.

Dalam konstitusi dan juga Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas jelas dinyatakan bahwa mereka berhak untuk berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi.

Baca juga: APG 2022 peluang Indonesia hadirkan kompetisi sehat yang mempersatukan
Baca juga: Round up - Meniti jalan sukses sejak dimulainya APG 2022 Solo

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2022