Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan bahwa pendekatan budaya jauh lebih efektif dibandingkan sosialisasi formal guna mendekatkan program Keluarga Berencana (KB) kepada masyarakat.

“Pendekatan bersifat birokratis ke atas terus itu oke, untuk misalnya perencanaan program, perencanaan anggaran, itu bagus. Tapi ketika sudah sampai implementasinya, harus disesuaikan apa yang pas,” kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Seperti yang diketahui sebagai salah satu upaya mempercepat penurunan angka prevalensi kekerdilan pada anak (stunting) yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, BKKBN menggaungkan kembali program KB, di mana salah satunya terkait penggunaan alat kontasepsi setelah persalinan.

Boni menuturkan pemakaian alat kontrasepsi sangat penting karena dapat mencegah lahirnya bayi stunting, mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta menurunkan angka kematian ibu (AKI), melalui pemberian jarak kelahiran dan kehamilan.

Baca juga: BKKBN Jabar: Kepesertaan KB di masing-masing kecamatan belum merata

Baca juga: BKKBN: Family Planning 2030 perkuat pelayanan KB dan kespro


Salah satu cara yang digunakan yakni melalui pendekatan budaya yang disesuaikan dengan lokasi sosialisasi program KB.

Di daerah Jawa misalnya, BKKBN menggunakan tokoh pewayangan seperti Pandawa atau Kresna untuk memberikan butir-butir nasehat terkait KB dan stunting. Di Bali, pihaknya menyelipkan edukasi kesehatan reproduksi seperti bahaya menikah di usia anak melalui lelucon dalam budaya Bondres.

Dalam setiap lakon atau alur cerita, BKKBN akan menyelipkan perbandingan dua kondisi keluarga misalnya. Di mana satu keluarga digambarkan hidup dengan pola asuh yang baik dan memperhatikan kondisi ibu juga anak, sedangkan keluarga lainnya digambarkan dalam kondisi terbalik.

“Itu cara-cara pendekatannya jadi kalau menyuruh kan agak berat, makanya sekarang kita beda. Cara masuknya dengan cerita, sandiwara, budaya dengan acara-acara kesenian,” kata dia.

Menurut Boni, pendekatan budaya tak hanya mendekatkan masyarakat pada program-program pemerintah dengan lebih efektif. Tapi turut membangun koneksi dan hubungan yang baik dengan pemerintah.

Ia menambahkan, pendekatan budaya akan membangun wawasan yang lebih luas, sehingga dapat membentuk perubahan perilaku baru di masyarakat, ataupun pemerintah dalam menemukan solusi dan pandangan lain terkait penggunaan KB.

“Jadi dua-duanya masuk. Satu kehadiran kita pemerintah pusat, wakil rakyat pusat, tapi hadir satu unsur lagi di mana memasukkan pemahaman yang lebih betul-betul sesuai dengan situasi kondisi lingkungan setempat,” ujar Boni.*

Baca juga: BKKBN gelar edukasi cegah kehamilan tak diinginkan di Kampung KB

Baca juga: BKKBN: Persepsi KB tantangan hadapi kehamilan tidak diinginkan


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022