Sampai sekarang sedang kami cek ke Dinas Kesehatan Jawa Tengah oleh petugas Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan hingga saat ini belum memastikan apakah seorang pasien berstatus suspek di Provinsi Jawa Tengah terjangkit virus cacar monyet atau Monkeypox.

"Untuk pemeriksaan lebih lanjut dan memastikan cacar monyet atau bukan, akan dilakukan pemeriksaan laboratorium PCR untuk memastikannya," kata Juru Bicara Kemenkes dr Mohammad Syahril saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Syahril yang juga menjabat Dirut RSPI Sulianti Saroso Jakarta mengatakan pasien tersebut diketahui seorang laki-laki berusia 55 tahun yang tidak memiliki riwayat perjalanan luar negeri.

Pasien suspek tersebut saat ini sedang menjalani perawatan di ruang isolasi salah satu RS swasta di Jawa Tengah untuk proses penyembuhan. "Bisa saja hanya cacar biasa atau penyakit lain, bukan Monkeypox," katanya.

Menurut dia Kemenkes hingga kini masih melakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan jenis penyakit yang dialami pasien bersangkutan.

"Sampai sekarang sedang kami cek ke Dinas Kesehatan Jawa Tengah oleh petugas Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes," kata  Mohammad Syahril .

Dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu belum memberikan komentar lebih jauh perihal hasil investigasi lanjutan.

Sedangkan epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan Indonesia memiliki potensi besar terhadap penyakit Monkeypox, terutama di populasi yang berisiko tinggi seperti penyuka sesama jenis hingga pekerja seks komersial.

"Komunitas itu ada di semua negara dan 96 persen kasus Monkeypox memang dari kontak dengan kelompok tersebut, dan di Indonesia ada kelompok tersebut," katanya.

Menurut dia komunitas rentan itu memiliki interaksi yang tinggi ke berbagai negara. Perilaku seksual yang berisiko tinggi sangat besar membuka peluang penularan Monkeypox.

"Ditambah bahwa masa inkubasi selama tiga pekan, potensi penularan dari kalangan pelaku perjalanan sangat besar.
Ini perkara waktu saja sampai akhirnya akan ditemukan," katanya.

Ia mengatakan upaya pencegahan bisa dilakukan dengan deteksi suhu, tampilan fisik dan gejala lainnya pada pelaku perjalanan.

"Khusus dari negara endemik, harus sudah divaksin smallpox atau cacar. Kalau dari negara berstatus kejadian luar biasa, perlu isi formulir pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak pernah kontak dengan pasien," katanya.

Gejala umum Monkeypox biasanya ditandai demam, sakit kepala hebat, nyeri otot, sakit punggung, lemas, pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak atau selangkangan dan ruam atau lesi kulit.

"Perlu deteksi dini melalui serveilans di tingkat RS, klinik dan faskes lainnya. Pemerintah harus bersiap dengan temuan klaster dengan menyediakan vaksin dan obat," katanya.

Pemerintah didorong untuk membangun komunikasi risiko dengan memberikan edukasi perihal berhubungan seksual secara sehat hingga menghindari stigma agar pasien tidak menutup diri, demikian Dicky Budiman.

Baca juga: Kemlu keluarkan imbauan kepada WNI terkait cacar monyet di Singapura

Baca juga: WHO: Cacar monyet berstatus darurat kesehatan masyarakat internasional

Baca juga: Kemenkes waspadai importasi Monkeypox dari negara tetangga

Baca juga: Kemenkes: Demam tinggi dan benjolan lipatan kulit ciri khas Monkeypox


 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022