Phnom Penh (ANTARA) - Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan mempertimbangkan kembali rencana perdamaian yang disepakati dengan Myanmar jika militer yang berkuasa di negara itu mengeksekusi lebih banyak tahanan, kata Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Rabu

Perhimpunan beranggotakan 10 negara itu telah mendesak Myanmar untuk mematuhi Konsensus Lima Poin yang disepakati tahun lalu. ASEAN juga mengutuk eksekusi mati yang dilakukan junta Myanmar terhadap empat aktivis demokrasi.

"Jika lebih banyak tahanan dieksekusi, kami akan terpaksa memikirkan kembali...peran kami vis a vis Konsensus Lima Poin ASEAN," kata Hun Sen, yang merupakan Ketua ASEAN tahun ini.

Berbicara pada awal Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN, Hun Sen mengatakan bahwa persatuan ASEAN telah ditantang oleh implikasi politik dan keamanan dari krisis di Myanmar, yang telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan kemanusiaan.

Sementara Konsensus Lima Poin "tidak sesuai dengan keinginan semua orang", ujar dia. Ada beberapa kemajuan termasuk dalam pemberian bantuan kemanusiaan.

Namun, Hun Sen mengatakan situasi saat ini telah "berubah secara dramatis" dan dapat dianggap lebih buruk daripada sebelum perjanjian damai, dengan adanya eksekusi junta terhadap para aktivis.

"Kamboja bersama dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya sangat kecewa dan terganggu dengan eksekusi para aktivis oposisi itu, meskipun ada seruan dari saya dan lainnya agar hukuman mati dipertimbangkan kembali," kata Hun Sen.

Militer Myanmar pekan lalu membela eksekusi para aktivis sebagai "keadilan bagi rakyat", dan menepis banjir kecaman internasional termasuk oleh tetangga terdekatnya.

Militer mengatakan telah mengeksekusi para aktivis karena membantu "aksi teror" oleh gerakan perlawanan sipil. Itu adalah eksekusi pertama di Myanmar dalam beberapa dasawarsa.

Myanmar tidak akan diwakili pada pertemuan ASEAN minggu ini karena militer menolak proposal untuk mengirim perwakilan non junta, kata juru bicara ketua ASEAN.

ASEAN sejak akhir tahun lalu melarang junta Myanmar untuk bergabung dalam pertemuannya karena kurangnya kemajuan dalam mengimplementasikan rencana perdamaian.

Beberapa anggota ASEAN lainnya, yang memiliki tradisi tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing, semakin lantang mengkritik para jenderal Myanmar.

Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah menggambarkan eksekusi tersebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Dia menuding Myanmar tampaknya mengejek rencana perdamaian ASEAN.

Pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing beralasan bahwa ketidakstabilan akibat pandemi dan kekerasan di dalam negeri telah menghambat upaya untuk mengimplementasikan Konsensus Lima Poin.

Junta juga memperpanjang keadaan darurat yang diberlakukan setelah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari tahun lalu.

Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak saat itu, dengan konflik menyebar setelah tentara menghancurkan sebagian besar demonstrasi damai di kota-kota besar dan kecil.

Sumber: Reuters
Baca juga: Junta Myanmar janji jalankan Konsensus Lima Poin ASEAN tahun ini
Baca juga: Puluhan tahanan politik terancam dieksekusi militer Myanmar
Baca juga: Lima negara ASEAN kutuk eksekusi mati aktivis Myanmar

 

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022