Lebih ironis lagi, sebagian besar pelaku kekerasan seksual tersebut umumnya anggota keluarga mereka sendiri
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga meresmikan rumah perlindungan perempuan dan anak di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.

"Untuk memastikan perlindungan perempuan dan anak dan menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, perlu langkah-langkah komprehensif mulai dari pencegahan, penanganan hingga pemulihan korban. Rumah perlindungan yang hari ini kita resmikan bersama adalah salah satu bentuk komitmen bersama melindungi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan," ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga ​​​​dalam keterangan di Jakarta, Kamis malam.

Rumah tersebut digunakan sebagai rumah penampungan sementara bagi para perempuan dan anak korban kekerasan di wilayah setempat.

Baca juga: KPPPA-Kompolnas tandatangani MoU perlindungan hukum korban kekerasan

Menurut dia, masyarakat setempat harus bersinergi agar Sumba Timur dapat terbebas dari kekerasan.

"Kita semua berharap rumah ini tidak selamanya menjadi rumah perlindungan dan ini harus kita perjuangkan bersama agar Sumba Timur bisa segera bebas dari kekerasan. Perlindungan utama adalah di dalam keluarga. Harus ada kerja sama yang bagus kedua orang tua untuk melindungi anak. Begitu pula suami menjadi pelindung bagi istri dan anak," katanya.

Pembangunan rumah perlindungan tersebut kerja sama Kementerian PPPA, Donor Agency Treat and Partners, Pemkab Sumba Timur, organisasi kemanusiaan Wahana Visi Indonesia (WVI), dan beberapa pihak terkait lainnya.

Area Program Manager Klaster Sumba WVI Ventia Sabathini menambahkan jumlah laporan kasus kekerasan seksual dan atau fisik di Sumba dari Januari hingga Maret 2022 sudah mencapai 29 kasus. Tercatat, usia termuda anak yang menjadi penyintas kekerasan seksual berumur enam tahun.

"Pelecehan seksual masih menjadi hal yang tabu di Sumba yang membuat sebagian besar keluarga bersembunyi dan tidak melaporkan kasus ini karena dapat membuat malu nama keluarga. Lebih ironis lagi, sebagian besar pelaku kekerasan seksual tersebut umumnya anggota keluarga mereka sendiri," kata dia.

Baca juga: KPPPA: Sinergi organisasi perempuan kunci perjuangan kesetaraan gender
Baca juga: Menteri PPPA: UU TPKS wujud kehadiran negara lindungi hak korban
Baca juga: Wahana Visi: Hanya 7 kasus kekerasan seksual anak yang diproses hukum

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022