Jakarta (ANTARA) - Dua orang konsultan pajak yaitu Aulia Imran Magribi dan Ryan Ahmad Ronas divonis masing-masing 2,5 tahun dan 3,5 tahun penjara karena terbukti menyuap sejumlah pejabat pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak senilai Rp13,5 miliar untuk merekayasa hasil perhitungan pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP).

"Menyatakan terdakwa I Aulia Imran Maghribi dan terdakwa II Ryan Ahmad Ronas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan korupsi sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama penuntut umum," kata ketua majelis hakim Fazhal Hendri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Keduanya terbukti berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga: Dua tersangka kasus suap pemeriksaan pajak segera disidangkan

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Aulia Imran Maghribi dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan dan kepada terdakwa II Ryan Ahmad Ronas dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan denda masing-masing Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," tambah hakim Fazhal.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Aulia Imran Maghribi dijatuhi pidana 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan sedangkan Ryan Ahmad Ronas dituntu pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Kepada keduanya juga divonis untuk membayar uang pidana tambahan.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada para terdakwa I dan terdakwa II berupa pembayaran uang pengganti masing-masing sebesar Rp750 juta jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal para terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dijatuhi pidana penjara selama 6 bulan," ungkap hakim.

Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan terdakwa.

"Perbuatan para terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, para terdakwa tidak mengakui kesalahannya, para terdakwa menerima uang fee dari pengurusan pajak PT GMP sebesar Rp1,5 miliar," tambah hakim.

Sementara hal-hal meringankan dalam perbuatan keduanya adalah bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum dalam perkara lain, mempunyai tanggungan keluarga, anak yang masih memerlukan perhatian.

Baca juga: KPK panggil lima saksi terkait kasus pencucian uang Angin Prayitno Aji

Aulia dan Ryan terbukti memberikan suap sejumlah Rp13,5 miliar kepada Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Dadan Ramdani selaku Kasubdit Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan Pajak, Wawan Ridwan selaku supervisor tim pemeriksa pajak, Alfred Simanjuntak selaku Ketua Tim Pemeriksa Pajak, Yulmanizar serta Febrian selaku Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak.

Para terdakwa juga bersama-sama mendapatkan jatah bagian 10 persen dari uang fee dari PT GMP untuk Tim Pemeriksa Pajak dan pejabat struktural tersebut, yakni sebesar Rp1,5 miliar, sehingga keduanya dinilai layak untuk dibebankan pembayaran pidana tambahan masing-masing Rp750 juta.

Dalam perkara ini, Angin Prayitno membuat kebijakan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan kepada wajib pajak kemudian memberitahukan kepada para "supervisor" Tim Pemeriksa Pajak agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan sekaligus melaporkan "fee" untuk pejabat struktural (Direktur dan Kasubdit) serta untuk jatah Tim Pemeriksa Pajak.

Pembagiannya adalah 50 persen untuk pejabat struktural yang terdiri atas Direktur dan Kepala Sub Direktorat sedangkan 50 persen untuk jatah tim pemeriksa.

Pada Oktober 2018, Yulmanizar, Febrian, Alfred Simanjuntak dan Wawan Ridwan membuat analisis risiko wajib pajak PT GMP tahun pajak 2016 dengan maksud untuk mencari potensi pajak dari wajib pajak sekaligus mencari keuntungan pribadi. Dari analisis risiko, didapat potensi pajak tahun 2016 PT GMP adalah sebesar Rp5.059.683.828.

Pada Desember 2017, Yulmanizar selaku person in charge (PIC) bertemu dengan konsultan pajak dari Foresight Consultant Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi. Dalam pertemuan tersebut Ryan memohon bantuan untuk merekayasa nilai pajak yang akan diterbitkan oleh Dirjen Pajak atas pemeriksaan PT GMP.

Setelah pertemuan itu, lalu Yulmanizar dan Febrian menghitung nilai pajak PT GMP pada tahun pajak 2016 dan diperoleh Rp19.821.605.943,51 sedangkan untuk fee pemeriksa dan struktural pajak sebesar Rp15 miliar.

Untuk merealisasikan kesepakatan, GM PT GMP Lim Poh Ching lalu memerintahkan anak buahnya mengeluarkan cek perusahaan pada 22 Januari 2018 sebesar Rp15 miliar dengan dicatat sebagai "form" bantuan sosial padahal bantuan tersebut fiktif.

Uang sebesar Rp15 miliar lalu diserahkan oleh Aulia pada Yulmaniar di hotel Kartika Chandra pada Januari 2018. Wawan Ridwan atas perintah Angin lalu menukarkan uang tersebut dalam bentuk pecahan dolar Singapura.

Setelah uang ditukar dalam mata uang dolar Singapura ternyata uang yang dibawa hanya Rp13,2 miliar sehingga masih kurang Rp1,8 miliar. Aulia Imran dan Ryan Ahmad hanya memberikan tambahan Rp300 juta sedangkan sisanya sebesar Rp1,5 miliar adalah fee untuk Aulia Imran dan Ryan Ahmad.

Baca juga: Teddy Tjokrosapoetro divonis 12 tahun penjara karena korupsi Asabri
Baca juga: KPK banding atas vonis Bupati Kuansing nonaktif

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022