Jakarta (ANTARA) - Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi di China selatan selalu berperan sebagai garis depan dan "jendela" bagi China untuk bekerja sama dan melakukan pertukaran dengan ASEAN.

Berkat kedekatannya yang secara geografis maupun kebudayaan, pertukaran kebudayaan antara negara-negara ASEAN dan China di Guangxi berkembang pesat dalam jangka waktu yang lama. Di Nanning, ibu kota Guangxi, Anda dapat menjumpai restoran makanan Thailand, mencicipi masakan Indonesia, atau membeli oleh-oleh khas Vietnam di banyak penjuru kota tersebut. Wisata bertema kebudayaan Asia Tenggara memberi manfaat nyata kepada kota itu.

Baca juga: Mobil wisata listrik disiagakan untuk angkut atlet ASEAN Para Games

Sejak awal musim panas tahun ini, Taman Legenda ASEAN Fantawild Nanning yang sering disebut Fangte sangat ramai dikunjungi wisatawan. Taman tersebut memamerkan kebudayaan khas negara-negara anggota ASEAN dan pernah menjadi salah satu lokasi penyelenggaraan China-ASEAN Expo edisi ke-15 dan edisi ke-16 serta berfungsi untuk menyambut tokoh-tokoh kalangan budaya dari negara-negara ASEAN.

Pada liburan musim panas tahun ini, pelancong yang mengunjungi Fangte merasakan suasana tradisi siram air seperti Festival Songkram, menikmati pertunjukan kembang api, menyaksikan pertunjukan bercita rasa Asia Tenggara. Selain itu, pemandangan panorama Asia Tenggara yang indah permai juga ditampilkan pada sebuah layar di taman Fangte.

Jon Quino, mahasiswa asal Indonesia yang sedang berkuliah di jurusan perdagangan internasional di Universitas Kebangsaan Guangxi (Guangxi University for Nationalities), belum lama ini sempat mengunjungi taman Fangte. Bangunan bergaya Asia Tenggara, pertunjukan tarian khas Asia Tenggara, dan kemeriahan para pengunjung China dirasa sangat mengesankan bagi Jon, yang bernama China He Mingxiang.

Baca juga: Dukung G20, ITDC akan bangun Tana Mori jadi kawasan kelas atas

He Mingxiang menyatakan bahwa bangunan bergaya Indonesia di taman itu membuat dia seperti berada di tanah air, pertunjukan tarian Indonesia yang menarik juga membuat dirinya ingin ikut menari. Pertunjukan kesenian negara-negara Asia Tenggara lainnya dan parade kendaraan hias juga sangat memikat He.

"Banyak wisatawan datang ke sini bersama keluarganya. Tampaknya tempat-tempat bergaya Asia Tenggara sangat menarik bagi mereka dan banyak wisatawan membelanjakan banyak uang untuk menyewa mobil dan mencicipi masakan khas. Selain warga lokal, pengunjung dari provinsi lain juga kerap terlihat di sini. Mereka sangat senang merasakan suasana Asia Tenggara," ujar He.

Namdet On Anong, seorang dosen bahasa Thailand di Universitas Bahasa Asing Guangxi (Guangxi University of Foreign Languages) yang berasal dari Thailand dan sudah tinggal di China selama beberapa tahun, menyempatkan diri meluangkan waktu untuk berlibur dan bertamasya di taman Fangte.

Namdet menuturkan bahwa yang paling mengesankan baginya adalah program 4DRide yang ceritanya disusun berdasarkan karya epos Ramakian yang terkenal di Thailand. "Dengan didukung teknologi canggih, program ini memang menarik. Menaiki wahana kereta ini membuat kita masuk ke dalam ceritanya. Banyak turis China terpesona dengan kebudayaan Thailand," ujar Namdet.

Baca juga: Jelang KTT, Pemerintah Korsel gelar Asean Food Festival

Menurut Namdet, Fangte ini sangat bergaya fenomena Asia Tenggara. "Karena pandemi, banyak turis tidak dapat berwisata ke luar negeri. Taman ini bisa memenuhi permintaan para wisatawan untuk mengenal kebudayaan ASEAN, dan suasana di sini membuat orang bernostalgia dan rindu pada kampung halaman," katanya.

Liburan musim panas selalu menjadi periode emas bagi industri pariwisata China. Menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh Institut Pariwisata China baru-baru ini, pemulihan pariwisata China mengalami peningkatan setelah Juni. Volume arus turis di kota-kota tujuan pariwisata telah pulih hingga 60 persen dari tingkat di periode yang sama pada tahun 2021, dan banyak warga China mulai kembali melakukan wisata lintas provinsi.

Lu Xiaoli dari Kota Zhuhai di Provinsi Guangdong mengunjungi Fangte bersama keluarganya untuk menikmati pesona Asia Tenggara. Mereka mengunjungi miniatur Angkor Wat dari Kamboja dan menikmati pemandangan negara-negara ASEAN di "bioskop layang" di Fangte, yang menyuguhkan pengalaman imersif kepada para turis.

"Taman ini memang patut dikunjungi, banyak miniatur bangunan yang bagus sekali. Sejumlah teknologi yang digunakan juga memberikan pengalaman yang lebih baik bagi kami. Rasanya kami seperti betul-betul berkunjung ke Asia Tenggara," tutur Lu.

Baca juga: Vietnam jadi sorotan dalam peta wisata Kawasan

Menurut Hu Yang, direktur pemasaran di Fangte, puncak kunjungan di taman ini terjadi lebih awal daripada tahun-tahun sebelumnya. Jumlah pengunjung per harinya sempat melampaui 10 ribu orang dan taman itu menerima lebih dari 30 rombongan turis dari provinsi-provinsi lain dalam satu hari. Situasi seperti ini biasanya terjadi pada akhir Juli, namun tanggal 9 Juli tahun ini sudah seperti itu.

"Melihat umpan balik dari para turis, mereka sangat senang di Fangte, dan mereka merasa kunjungan di sini memang unik," ungkap Hu.

Huang Yanling, Wakil Dekan Fakultas Pariwisata dan Arsitektur Lanskap di Universitas Teknologi Guilin, mengatakan kalangan industri pariwisata harus memenuhi permintaan turis secara lebih tepat dengan merilis produk dan metode yang baru, meningkatkan produk pariwisata dengan tema-tema spesifik.

"Di era pascapandemi, inovasi akan lebih berperan penting dalam perkembangan industri pariwisata. Kita harus berfokus pada penerapan teknologi tinggi, tren perkembangan industri pariwisata baru yang lebih terintegrasi, industri pariwisata lintas perbatasan, memanfaatkan lebih banyak teknologi baru, dan produk pariwisata yang lebih beraneka ragam untuk memenuhi permintaan dari berbagai kelompok wisatawan," papar Huang, demikian Xinhua dikutip Jumat.



Baca juga: Temui Asosiasi Wisata Asia-Pasifik, Angela bahas "sustainable tourism"

Baca juga: Bersiap menjadikan ASEAN destinasi wisata tunggal

Baca juga: Delegasi negara ASEAN lihat pengembangan desa di Badung Bali

 

Penerjemah: Xinhua
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022