PBB (ANTARA) - Koordinator Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Proses Perdamaian Timur Tengah Tor Wennesland pada Senin (8/8) menyebut gencatan senjata di Gaza dan Israel sebagai sesuatu yang rapuh.

Dia menyerukan dilakukannya pembicaraan yang mengarah pada solusi dua negara untuk mengakhiri siklus kekerasan tersebut.

Dalam beberapa hari terakhir, eskalasi yang sangat mengkhawatirkan terjadi di Jalur Gaza antara pasukan militer Israel dan kelompok bersenjata Palestina, ujar Wennesland dalam pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB terkait situasi di Timur Tengah.

Pada Minggu (7/8) malam waktu setempat, Jihad Islam Palestina dan Kantor Perdana Menteri Israel mengumumkan dalam pernyataan terpisah bahwa gencatan senjata telah disepakati, kata Wennesland.

Dia menambahkan bahwa sejauh ini gencatan senjata masih diberlakukan.

Menyebut peran krusial yang dimainkan Mesir dalam mewujudkan gencatan senjata itu bersama PBB, serta dukungan dari pihak-pihak terkait, Wennesland menuturkan bahwa deeskalasi situasi membantu mencegah pecahnya perang berskala penuh dan memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan warga Gaza mulai Senin.
 
   Namun, dia menyatakan bahwa eskalasi yang tejadi baru-baru ini berakar pada ketegangan yang lebih dalam


"Saya ingin membuat Dewan (Keamanan PBB) menyadari hal berikut, yaitu bahwa gencatan senjata merupakan sesuatu yang rapuh. Melanjutkan permusuhan hanya akan membawa konsekuensi yang menghancurkan bagi warga Palestina dan Israel dan menjadikan kemajuan politik apa pun sulit dicapai," kata Wennesland dalam paparannya di hadapan Dewan Keamanan PBB.

Wennesland kembali menyerukan agar jajaran kepemimpinan Israel dan Palestina, dan juga masyarakat internasional, memperkuat upaya diplomatik untuk kembali pada negosiasi bermakna yang mengarah pada solusi dua negara yang memungkinkan untuk diterapkan.

"Pada akhirnya, pemicu utama eskalasi kali ini dan sebelumnya masih tetap ada. Siklus kekerasan ini hanya akan berhenti saat kita mencapai resolusi politik untuk konflik itu yang dapat mengakhiri pendudukan dan realisasi solusi dua negara berdasarkan garis perbatasan tahun 1967, yang sejalan dengan resolusi PBB, hukum internasional, dan kesepakatan-kesepakatan sebelumnya," imbuh Wennesland.

Sumber: Xinhua
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022