Makassar (ANTARA) - Fakultas Kedokteran dan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin (Unhas) melakukan kolaborasi riset mandiri guna mencari solusi obat alternatif untuk malaria.

Ketua tim riset mandiri obat malaria Unhas, dr Yenni Yusuf, M.InfectDis PhD dalam keterangannya di Makassar, Rabu, mengatakan program ini berjalan selama satu tahun sejak Desember 2021 hingga November 2022 dengan pendanaan dari Rispro Lembaga Pengelola Dana Pendidikan ( LPDP).

Universitas Hasanuddin meloloskan tujuh tim, termasuk satu tim riset mandiri, gabungan mahasiswa farmasi dan kedokteran yang mengangkat tema “Pengembangan Obat Anti-Malaria Berbasis Nano Teknologi dari Ekstrak Daun Kelor dan Daun Pepaya”.

Mitra dari penelitian ini adalah Laboratorium Malaria Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang dikembangkan oleh salah satu guru besar FK Unhas sekaligus peneliti senior Eijkman, Prof dr Syafruddin, PhD (Prof Din), yang kini berada di bawah BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

Baca juga: Mengembangkan obat baru menuju Indonesia sehat-bebas malaria

Lebih lanjut, Yenni memaparkan malaria merupakan penyakit infeksi yang diakibatkan oleh parasit dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Angka kematian dari malaria cukup tinggi, terutama pada anak-anak di daerah endemik.

Beberapa daerah di Indonesia masih endemik penyakit ini, termasuk daerah Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Karena kemampuan parasit mengembangkan resistensi terhadap obat antimalaria, diupayakan adanya penemuan obat antimalaria yang baru untuk mengantisipasi terjadinya resistensi terhadap obat anti-malaria terkini yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO).

Ia mengatakan saat ini tim melakukan ekstraksi obat dan pengembangan nanopartikel untuk sistem penghantarannya, dan segera melakukan pengujian dengan menggunakan kultur parasit Plasmodium falciparum secara invitro dan menggunakan hewan coba mencit.

Parasit malaria yang digunakan merupakan pemberian dari koleksi parasit laboratorium malaria Eijkman. Eksperimen uji aktivitas antimalaria akan dilakukan di laboratorium pusat riset malaria Unhas yang kini sedang dikembangkan oleh Prof Din.

Selain itu, riset menggunakan hewan coba akan dilakukan di entomology and animal laboratorium di lantai 4 FK Unhas yang diketuai oleh dr Isra Wahid, PhD dan Dr dr Irfan Idris, M.Kes.

Baca juga: BPPT temukan 20 senyawa potensial untuk bahan baku obat antimalaria

Baca juga: Asia Tenggara berkomitmen percepat pemberantasan malaria pada 2030


“Dari riset ini tim dapat mencapai beberapa kompetensi,  seperti melakukan ekstraksi tanaman obat, membuat nanopartikel, menangani binatang coba dengan baik, mengkultur parasit malaria, berkomunikasi dengan sesama anggota tim, jujur dan bertanggung jawab, berdiskusi dengan baik dalam pertemuan ilmiah, serta menulis artikel ilmiah,” kata Yenny.

Ia berharap riset yang dijalankan dapat memberikan manfaat bagi seluruh anggota tim Unhas dan dapat memberikan kontribusi nyata di masyarakat.

Sesuai dengan kebijakan DIKTI, kegiatan ini bernilai setara dengan 20 SKS dalam dua semester.

Mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini adalah Muh Naufal Zuhair dan Rivaldo Go dari Fakultas Kedokteran Unhas, serta Martrisna Dara Karnia Parenden, Kania Meliani Kaharuddin, Mesakh Diki Saputra, dan Diany Elim dari Fakultas Farmasi.
 

Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022