kita mempertegas, menyusun kode etik yang ideal, perilaku ketika ada mola-mola, karena harus kita sadari jarang-jarang dia muncul
Klungkung (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Bali di Klungkung mempertegas aturan terkait pelestarian satwa langka yaitu ikan mola-mola melalui Kode Etik Berinteraksi dengan Ikan Mola sehingga wisatawan atau warga harus memperhatikan aturan itu.

"Kali ini kita mempertegas, menyusun kode etik yang ideal, perilaku ketika ada mola-mola, karena harus kita sadari jarang-jarang dia muncul dan justru langsung dikerumuni wisatawan," kata Ketua UPTD KKP Bali Nengah Bagus Sugiarta di Klungkung, Bali, Rabu.

Dalam kode etik yang dirancang bersama penyelam dan Coral Triangle Center (CTC) ditentukan bahwa wisatawan yang hendak melihat ikan mola-mola di perairan dangkal Nusa Penida wajib menjaga jarak sekurang-kurangnya 5 meter dari ikan langka tersebut.
 
Penyelam dilarang menyentuh mola-mola, dilarang menghalangi jalannya ikan berukuran 2-3 meter tersebut, dilarang memotret dengan sinar, dilarang mengganggu proses pembersihan tubuh ikan, dilarang berenang di bawah ikan, dan harus berenang secara perlahan saat di dekatnya.

Sugiarta menyebut aturan serupa telah ada sejak lama, namun semakin dinamisnya jumlah wisatawan yang hendak berwisata bawah laut, aturan ini semakin perlu diperkuat, mengingat hanya di perairan ini ikan mola-mola dapat dijumpai di laut dangkal dibanding negara lainnya.

Baca juga: Raja Ampat sosialisasi regulasi baru di kawasan konservasi perairan

"Selama ini sudah kita lakukan sosialisasi edukasi ke operator. Kalau ada yang melanggar itu kita kembalikan ke komunitas atau penyelam agar mereka saling koreksi. Laporan pelanggaran pernah ada, tapi kita tindak lanjuti dengan memanggil operatornya belum sampai sanksi, karena belum dituangkan," ujarnya di Nusa Penida.

Selanjutnya para wisatawan yang hendak melakukan diving atau penyelaman tak perlu mendatangi Kantor UPTD KKP Bali di Nusa Penida. Sugiarta telah melakukan kerja sama dengan para operator atau pemandu agar menjelaskan aturan tersebut kepada wisatawan.

Wisatawan yang datang hanya perlu membayar biaya masuk seharga Rp10 ribu bagi lokal dan Rp100 ribu bagi wisatawan asing.

Wira Sanjaya selaku Project Leader Coral Triangle Center (CTC) sebagai eksekutor yang membantu masyarakat mengelola wisata ini memberi informasi bahwa wisatawan umumnya dapat menjumpai mola-mola pada bulan Agustus dan September.

Baca juga: KKP berikan bantuan senilai Rp97 juta ke kelompok konservasi di Sumbar

"Kemunculan bisa dibilang mulai bulan Juli tapi paling tingginya Agustus dan September. Kalau di Nusa Penida itu ada empat lokasi favorit kemunculan mola-mola, pertama di Crystal Bay, kedua Gamat Bay, Toya Pakeh dan Blue Corner," kata Wira kepada media.

Wira menyebut kemunculan ikan langka tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pergerakan air laut dalam yang dingin ke permukaan. Hal ini menyebabkan adanya nutrien ke perairan dangkal sehingga makanan bagi mola-mola melimpah di sana.

Selain itu, saat musim tersebut ikan mola-mola melakukan pembersihan tubuh di laut dangkal oleh ikan-ikan kecil. Ini menjadi salah satu contoh pelanggaran dari wisatawan, kerap kali saat mola-mola menuju laut dangkal untuk pembersihan para wisatawan langsung mengerubungi sehingga mengganggu ikan yang sering disebut sanfish itu.

Namun demikian hingga saat ini Wira menyebut tak ada penurunan terhadap kuantitas ikan mola-mola, meskipun belum ada data pasti karena pemberian tanda untuk mendeteksi pergerakan ikan cukup sulit.

"Kalau pengamatan kita dari 2008 kemunculan mola-mola di Nusa Penida cenderung stabil, meskipun ada kegiatan yang bisa membuat tekanan kemunculan Mola misal aktivitas wisata tidak ramah lingkungan. Kita tidak bisa bilang jumlahnya berapa, tapi di satu pengamatan atau lokasi kita bisa lihat dua sampai tiga mola-mola," ujarnya.

Baca juga: Satu dugong ditemukan mati di wilayah perairan Pulau Morotai

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022