Atas vonis tersebut, Dono Purwoko dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) periode 2011—2014 Dono Purwoko divonis 5 tahun penjara karena terbukti korupsi pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sulawesi Utara pada tahun anggaran 2011 sehingga merugikan negara senilai Rp19,749 miliar.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Dono Purwoko telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu penuntut umum," kata majelis hakim yang diketuai Eko Aryanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Hakim Ketua Eko Aryanto melanjutkan, "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Dono Purwoko dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan bila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan."

Vonis tersebut lebih tinggi daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Dono Purwoko divonis penjara selama tahun 4 ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dono dinilai terbukti lakukan dakwaan alternatif pertama, yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Majelis hakim lantas mengemukakan hal-hal memberatkan, antara lain, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa mencederai kepercayaan pemerintah dan masyarakat pada umumnya dalam rangka pembangunan kampus IPDN, dan terdakwa tidak berterus terang di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya.

"Hal-hal meringankan, terdakwa bersikap sopan dan kooperatif di persidangan dan terdakwa belum pernah dipidana," tambah hakim.

Baca juga: Eks pejabat Adhi Karya dituntut 4 tahun penjara terkait korupsi IPDN
Baca juga: Eks pejabat Adhi Karya segera disidang kasus proyek Gedung IPDN Sulut


Perbuatan Dono, menurut hakim, memperkaya orang lain, yaitu Dudy Jocom selaku pejabat pembuat komitmen pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tahun anggaran 2011 sebesar Rp3,5 miliar.

Berikutnya konsultan perencana PT Bita Enercon Engineering Torret Koesbiantoro sebesar Rp275 juta, konsultan manajemen konstruksi PT Artefak Arkindo Djoko Santoso sebesar Rp150 juta, dan korporasi PT Adhi Karya sebesar Rp15,824 miliar.

Diketahui bahwa pagu anggaran gedung kampus IPDN Minahasa Sulut TA 2011 sebesar Rp127,834 miliar. Setelah PT Adhi Karya dinyatakan lolos tahap prakualifikasi pada bulan Juni 2011, staf pemasaran perusahaan tersebut Ari Prijo Widagdo bertemu dengan perwakilan PT Waskita Karya dan PT Hutama Karya.

Dalam pertemuan itu, disepakati PT Adhi Karya mengerjakan kampus IPDN di Sulut, PT Waskita Karya untuk kampus IPDN di Gowa Sulawesi Selatan, dan PT Hutama Karya mengerjakan di Agam Sumatera Barat dan Rokan Hilir Riau. Selanjutnya dibuat dokumen penawaran sebagai perusahaan pendamping.

PT Adhi Karya lalu ditetapkan sebagai pemenang tender dengan nilai penawaran Rp124,191 miliar oleh Menteri Dalam Negeri saat itu Gamawan Fauzi pada tanggal 13 September 2011.

Selanjutnya Dono mengganti personel tim inti tanpa persetujuan tertulis, mengalihkan pekerjaan kepada pihak lain (subkontraktor) tanpa izin tertulis pejabat pembuat komitmen (PPK), mengajukan permohonan pembayaran pekerjaan tidak sesuai dengan prestasi fisik pekerjaan dan hasil pekerjaan fisik tidak memenuhi volume dan spesifikasi kontrak.

Dono juga setuju memberi commitment fee kepada pihak-pihak terkait sebesar Rp3,5 miliar untuk Dudy Jocom, Rp275 juta untuk Torret Koesbiantor, dan Rp150 juta untuk Djoko Santoso.

PT Adhi Karya lalu menerima pembayaran seluruhnya sebesar Rp125,191 miliar yang setelah dipotong pajak total pembayaran bersih adalah Rp109,514 miliar, sedangkan total biaya yang digunakan PT Adhi Karya untuk IPD Sulut TA 2011 adalah Rp89,764 miliar sehingga uang sebesar Rp19,749 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya.

Atas vonis tersebut, Dono Purwoko dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022