Merdeka cake ini kita mengombinasikan kelapa dan buah raspberry
JAKARTA (ANTARA) - Beragam cara bisa dilakukan untuk merayakan Hari Ulang Tahun HUT ke -77 Kemerdekaan Republik Indonesia yang sedianya dirayakan semarak dengan penuh suka cita setiap tanggal 17 Agustus. Tanpa mengurangi kekhidmatan peringatan, menikmati kuliner Nusantara bisa menjadi cara sederhana untuk merayakan HUT ke-77 RI.

Untuk menikmati kuliner khas Nusantara, masyarakat bisa datang ke Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, salah satunya, yang menyajikan menu dari berbagai provinsi di Indonesia dari 5 hingga 31 Agustus 2022. Mencintai dan mengonsumsi kuliner khas Nusantara tentu saja sejalan dengan semangat Hari Kemerdekaan bangsa kita dalam konteks melestarikan budaya dan tradisi.

Bukan sembarang makanan khas Nusantara dengan rasa yang mudah ditebak sehingga menimbulkan rasa bosan bagi penikmatnya, tetapi pada edisi kemerdekaan tahun 2022 ini, para penikmat kuliner bisa menjelajah hidangan berbeda dari seluruh penjuru negeri tanpa harus berpelesiran ke setiap destinasi. Bahkan, dapat secara langsung mencicipi hidangan kuno yang biasa dinikmati oleh raja – raja terdahulu, yang pernah memimpin wilayah di berbagai penjuru negeri.

Baca juga: Episode baru "Kuliner Indonesia Kaya" eksplorasi sajian khas tiga kota

Inilah beberapa sajian menu khusus bercita rasa autentik yang sudah mulai jarang ditemui, namun bisa dijadikan sebagai penyemangat perayaan pada Kemerdekaan RI.

Bebek Timbungan

Bebek Timbungan adalah kuliner klasik khas Bali yang dahulu disajikan khusus kepada raja-raja Bali saat upacara adat, yang kini hampir punah karena proses masaknya yang terbilang lama. (ANTARA/Nabila Charisty)
Bebek Timbungan merupakan kuliner nikmat asal Bali yang keberadaannya justru kian “langka”. Oleh karena, kuliner klasik khas Bali tersebut memerlukan proses memasak yang memakan waktu cukup lama dengan rerata waktu 12 jam.

Dalam kesempatan ini Hotel Indonesia Kempinski Jakarta memberikan sentuhan modern pada metode memasak dengan cara menggunakan sous vide yaitu teknik memasak yang memanfaatkan pengaturan suhu dengan medium air yang presisi, sebelum bebek dimasak di dalam.bambu untuk memberikan tekstur yang lembut dan cita rasa yang sempurna.

Menurut Executive Sous Chef Hotel Kempinski Indonesia, Heri Purnama kepada ANTARA, Kamis (9/8), hidangan dari bebek yang biasanya disajikan khusus kepada raja – raja terdahulu di Bali dan hanya ada pada saat upacara ritual itu harus dilakukan dengan api kecil sehingga memiliki rasa yang sangat khas dengan kelembutan yang istimewa.

“Bebek Timbungan ini hanya dihidangkan pada ritual – ritual upacara adat Bali, dimana sekarang ini hampir punah karena proses masaknya yang lama bergantung jenis bebek yang digunakan agar tekstur hidangan memiliki kelembutan yang istimewa.” kata Chef Heri.

Baca juga: Menparekraf dan pelaku usaha bahas potensi kuliner nusantara

Salmon Naniura

Salmon Naniura khas Toba, Sumatera Utara dan Beef Roulade and Semur Sauce khas Solo, Jawa Tengah disajikan pada perayaan 60 tahun berdirinya Hotel bintang 5 pertama di Indonesia. (ANTARA/Nabila Charisty)
Makanan yang secara khusus hanya disajikan kepada para raja Batak ini, kini sudah bisa dinikmati oleh siapapun. Masakan tradisional khas Batak yang berasal dari wilayah Toba, Sumatera Utara ini memiliki citarasa yang nikmat sehingga semua orang – orang Batak ingin menyantap dan membuatnya.

Hidangan dengan tekstur lembut dan kaya rempah ini disajikan dengan sentuhan istimewa, yaitu menggunakan ikan Salmon segar sebagai pengganti ikan Mas mentah sebagaimana hidangan Na’niura umunya. Proses memasaknya sendiri, ikan salmon dilumuri dengan bumbu jeruk purut, bunga kecombrang, kunyit bakar, cabai dan bumbu Andaliman atau yang dikenal dengan sebutan merica Batak sebagai salah satu rempah yang memiliki jejak sejarah perjalanan bumbu Indonesia dalam peta bumbu dunia.

Executive Asistant Manager Food and Beverage Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Mauro Miller Bellodi pada Jumat (5/8) mengungkapkan bumbu rempah klasik tersebut masih cukup mudah ditemui di pasar tradisional Indonesia, tentu hal itu semakin memudahkan para chef untuk membuat cita rasa makanan se-autentik mungkin.

Baca juga: Roti Kompiang dan Sherpa G20

“ Kiat dapat menemukan setiap bumbu di banyak pasar, dan yang paling mencengangkan dan membuat kami sulit percaya, bahwa produk rempah tradisional itu memberikan kami banyak pengetahuan soal sejarah rempah Indonesia dari generasi ke generasi, sehingga keaslian resep dapat terus terjaga”, kata Mauro.

Meski rasanya yang pedas, chef berkebangsaan Italia itu mengakui bahwa hidangan tersebut sangat ramah terhadap lidah bangsa asing yang umumnya sangat sensitive terhadap rasa pedas.

Ayam Pa’piong

Salah satu kuliner khas Tana Toraja yang biasanya dihidangkan kepada para raja saat upacara ritual penguburan jenazah, Rambu Solok. (ANTARA/Nabila Charisty)
Hidangan Nusantara yang mempunyai cerita tersendiri lainnya adalah Pa’piong. Semula kuliner nikmat asal Tana Toraja ini menggunakan daging babi yang kemudian dimasukkan ke dalam batang bambu berukuran besar dan dibakar pada bara api yang menyala selama dua jam untuk proses pemasakan hingga matang dengan sempurna.

Namun, oleh karena agar masyarakat muslim di Indonesia dapat menikmatinya, maka hidangan yang disajikan di restoran Sigantures Hotel Indonesia Kempinski ini, menggunakan Ayam yang dicampur dengan daun Mayana, jahe, kelapa parut, dan daun kemangi dalam penyajiannya.

Baca juga: Episode baru "Kuliner Indonesia Kaya" eksplorasi sajian khas tiga kota

“Sebagai wujud terbaik yang kami persembahkan untuk Indonesia, maka sebagai restoran berstandar internasional, kami sajikan menu langka masakan tradisional khas Indonesia dengan kriteria bumbu dan resep yang memadu-padankan konsep transformasi, seperti halnya masakan ibu yang dirindukan oleh anak-anaknya saat ke kampung halaman.” Kata Mauro kepada ANTARA.

Menurut Mauro, Pa’piong biasanya dihidangkan pada acara-acara besar dan ritual upacara adat seperti Rambu Solok atau upacara pengantaran jenazah seseorang ke penguburan yang digelar dalam pesta besar.

Kambing Bakar

Kambing bakar yang telah melalui proses sous vide, sebuah teknik memasak yang dapat memangkas waktu pengolahan dengan kematangan yang presisi. (ANTARA/Nabila Charisty)
Santapan raja bukan hanya sebagai suguhan yang dihidangkan khusus untuk para raja, namun bisa juga menjadi sebuah ritus para kawula (rakyat) dalam meraih berkah sang raja. Konon, dahulu para bangsawan dan pengikutnya memberi berbagai hadiah kepada para raja berupa santapan khusus dari para juru masak.

Salah satu hidangan istimewa itu adalah menu daging kambing, yang konon menjadi salah satu lambang kemakmuran untuk Tanah Jawa. Kemakmuran itulah yang menyangga seluruh peradaban dan kebudayaan istana para raja Jawa, termasuk ragam kulinernya. Chef Heri mengungkapkan, meski menu daging kambing sudah mudah ditemui hingga di jalanan, namun kelembutan daging dan gurihnya rempah yang bisa dinikmati di setiap lapisan serat dagingnya dapat memberikan kesan istimewa bagi para penikmatnya.

Baca juga: Menikmati hidangan langka warisan Nusantara untuk Ramadhan

“Setelah melumuri kambing dengan bumbu rempah pilihan, kami memanggangnya dengan api kecil sekira 5-6 jam sehingga tekstur dagingnya sangat lembut. Sous vide itu memasak dengan memasukkan kambing ke dalam vakum plastik lalu di masak dengan temperatur rendah sampai mencapai suhu kematangan yang sempurna” ungkap Chef Heri.

Wagyu Se’i Sapi

Wagyu Se'i Sapi, hidangan asal Rote Nda'o NTT yang pernah disajikan kepada Presiden RI Joko Widodo (ANTARA/HI Kempinski)
Se’i merupakan hidangan khas masyarakat Rote N’dao, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Se’i berasal dari bahasa Rote yang artinya daging diiris tipis memanjang. Daging asap khas Kupang ini juga memiliki arti khusus bagi Kempinski oleh karena pernah disajikan pada momen khusus di Istana Kepresidenan dan mendapatkan pujian dari presiden.

“ Saya ingat menu ini pernah kami hidangkan di Istana Kepresidenan beberapa waktu lalu. Kami sengaja membuatnya lagi karena dia (Presiden Joko Widodo) sangat menyukainya. Daging pilihan yakni wagyu senagaj kami persembahkan di momen khusus ini karena kami ingin semua pelanggan bisa mencobanya bukan hanya di kalangan Kepresidenan saja,” terang Mauro kepada ANTARA.

Baca juga: Lezatnya menu Nusantara dalam sajian bakmi

Merdeka Cake

Executive Asistant Manager F&B Hotel Indonesia Kempinski Mauro Miller Bellodi saat mempersembahkan Merdeka Cake kepada ANTARA pada Jumat (5/8). (ANTARA/Nabila Charisty)
Menu penutup yang tidak boleh dilewatkan setelah menikmati aneka hidangan kuno para raja se- Nusantara adalah Kue Merdeka. Meski kue tersebut bukanlah sebuah hidangan penutup yang pernah disajikan kepada para raja zaman dahulu, namun kue bernuansa merah putih ini terinspirasi dari warna bendera negara Republik Indonesia.

Mauro menerangkan, Merdeka cake dengan sengaja dibuat sebagai bintangnya menu pada perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-77 tahun, oleh karena penampilannya yang cantik yang diharapkan dapat memukau para penikmat kuliner di luar sana. Terlebih, kue Merdeka ini bisa menjadi salah satu menu yang ramah terhadap para pelakon hidup sehat yang syarat akan bebas kandungan gula dan bahan – bahan lain sebagai penyempurna gaya hidup sehat.

“Merdeka cake ini kita mengombinasikan kelapa dan buah raspberry yang tentunya menggunakan produk susu dengan jumlah sangat sedikit, dan gula sebagai pemanis dengan jumlah yang sangat sedikit sekali.” kata EAM F&B Hotel Indonesia Kempinski yang sudah berkiprah dalam dunia juru masak selama 29 tahun itu.

Baca juga: Tren pesan-antar makanan di Indonesia sajian olahan ayam tetap favorit

Baca juga: Roti Kompiang dan Sherpa G20

Baca juga: Hal yang perlu diperhatikan saat bangun bisnis kuliner

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022