kasus kecelakaan kerja pada mata di Kotawaringin Timur cukup tinggi, di satu klinik setiap hari berkisar 15 sampai 20 pasien mata
Sampit (ANTARA) - Kasus kecelakaan kerja mata di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, dinilai cukup tinggi sehingga penanganannya perlu menjadi perhatian dan harus tepat agar bisa mengurangi risiko kecacatan.

"Penting untuk kita tahu penanganan awal, apakah perlu secepatnya dirujuk atau bisa ditunda. Ada kondisi tertentu yang justru semakin berisiko kalau langsung dirujuk. Misalnya pendarahan pada bola mata, kalau harus menempuh perjalanan jauh dan jalan rusak, sampai di Sampit ini pendarahan itu bisa justru menjadi semakin parah," kata Dokter Spesialis Mata, Frisma Sagara Brilliyanto, MD di Sampit, Sabtu.

Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber seminar kegawatdaruratan pada mata. Seminar ini diikuti para dokter dan tenaga kesehatan, khususnya klinik yang ada di lokasi-lokasi perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Selain Frisma, seminar ini juga menghadirkan rekannya yang juga dokter spesialis mata yaitu dr I Made Satya Widatama, Sp. M. Kegiatan diisi paparan dan diskusi, khususnya terkait penanganan awal kecelakaan kerja mata.

Frisma menjelaskan, kasus kecelakaan kerja pada mata di Kotawaringin Timur cukup tinggi. Seperti di klinik yang ditanganinya, setiap hari berkisar 15 sampai 20 pasien mata yang datang berobat.

Sebagian dari kasus kecelakaan kerja pada mata yang terjadi di Kotawaringin Timur adalah pada sektor perkebunan kelapa sawit. Tingkat keparahannya bervariasi, namun tidak sedikit yang hampir mengalami kecacatan atau kebutaan, salah satunya lantaran dirujuk sudah dalam kondisi parah.

Beberapa kasus yang ditangani umumnya penderita merupakan pekerja pemanen sawit yang matanya tertusuk benda maupun terkena serbuk-serbuk saat mereka memanen kelapa sawit.

Untuk penanganan kecelakaan kerja mata akibat trauma fisik maupun trauma kimia, harus dilakukan secara tepat. Jika keliru, dikhawatirkan akan membuat kondisinya semakin parah sehingga menyulitkan untuk penanganan lebih lanjut.

Seperti untuk trauma fisik tertembus, penanganannya harus segera dirujuk ke rumah sakit sehingga bisa ditangani lebih intensif untuk mencegah kecacatan atau kebutaan. Namun untuk kondisi tertentu seperti pendarahan mata atau trauma kimia, disarankan lebih cepat ditangani di fasilitas kesehatan setempat.

Dokter spesialis mata yang besar di Sampit ini menyebut ada tiga hal penting dalam penanganan kecelakaan kerja mata. Hal ini penting untuk terus dipegang oleh petugas medis dan kesehatan.

Pekerja disarankan mengutamakan pencegahan melalui penggunaan alat pelindung diri, khususnya kacamata untuk mencegah kecelakaan kerja mata. Jika terjadi kecelakaan kerja pada mata, penanganan awal sangat penting sehingga tidak sampai terjadi infeksi yang lebih lanjut.
Baca juga: BPJAMSOSTEK beri santunan kecelakaan kerja kala WFH Rp4,4 M
Baca juga: BPJAMSOSTEK Cikarang sosialisasikan manfaat Program JKK ke perusahaan


Selain itu, putra pasangan dr Yuendri Irawanto dan mendiang dokter spesialis mata Naris Roswidiyandari Sp.M ini mengingatkan tentang penting pula kecepatan rujukan ketika terjadi trauma tembus atau trauma yang mengakibatkan infeksi berat. Jangan sampai terlambat dirujuk ke dokter mata karena akan sulit jika kondisinya sudah parah.

"Tujuan seminar ini untuk menurunkan angka kecacatan atau kebutaan akibat kecelakaan kerja mata di Kotawaringin Timur. Dari seminar ini diharapkan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan di klinik-klinik sehingga penanganan kecelakaan kerja, terutama pada mata akan tertangani lebih baik dan potensi kecacatan atau kebutaan bisa terus ditekan," harap Frisma.

Berdasarkan data BPJAMSOSTEK atau BPJS Ketenagakerjaan, selama 2021 lalu terdapat 606 kecelakaan kerja mata yang ditangani. Artinya dalam sebulan ada sekitar 51 kasus kecelakaan kerja pada mata.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Anggun Iman Hernawan membenarkan, kasus kecelakaan kerja terbesar di daerah ini adalah kecelakaan mata, khususnya dari perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Dari beberapa kasus, pekerja enggan menggunakan alat pelindung diri, khususnya kacamata meski sudah disiapkan oleh perusahaan mereka. Sesaat memanen sawit, serbuknya masuk ke mata, bahkan ada pula yang tertusuk akibat kejatuhan sawit sehingga berisiko besar menyebabkan kebutaan.

"Kasus kecelakaan mata di Kotim tinggi dan rata-rata angka kecacatannya cukup besar. Seminar ini diharapkan membantu rekan-rekan kita di fasilitas kesehatan primer seperti di klinik perusahaan, sehingga mereka bisa melakukan tata laksana yang tepat agar setidaknya bisa menekan angka kecacatan," harap Iman.

Sementara itu, Direktur Sagara Eye Care, dr Yuendri Irawanto mengatakan, klinik cukup banyak menangani kecelakaan kerja pada mata. Dengan dua dokter spesialis mata yang dimiliki, semua bisa dilayani dengan baik, bahkan akan ditingkatkan semaksimal mungkin.

Yuendri mengatakan, pihaknya menggagas seminar kegawatdaruratan pada mata tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta dalam penanganan awal kecelakaan kerja pada mata. Tujuannya agar risiko kecacatan atau kebutaan bisa ditekan hingga sekecil mungkin.

Selama ini sering pasien dirujuk sudah dalam kondisi parah sehingga semakin sulit ditangani karena terlambat. Bahkan tidak jarang kesalahan akibat percaya mitos seperti ditetesi air kencing di pagi hari sehingga justru bertambah parah karena menyebabkan peradangan.

Yuendri mengatakan, dengan dua dokter spesialis mata yang dimiliki, klinik mereka mampu melayani pasien secara optimal. Pihaknya juga bekerja sama dengan puskesmas untuk skrining kesehatan mata, sehingga bagi yang peserta BPJS Kesehatan juga bisa dilayani.

"Dalam waktu dekat dokter Frisma juga akan mengikuti pendidikan bagian retina dan syaraf mata. Kami terus berupaya agar pelayanan kepada masyarakat semakin baik, termasuk yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan," demikian Yuendri yang juga merupakan Kepala Unit Donor Darah PMI Kotawaringin Timur.
Baca juga: Dirawat 5,5 tahun, BPJAMSOSTEK tanggung biaya Prantino tanpa batas
 

Pewarta: Kasriadi/Norjani
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022