cara pandang baru dalam melihat sejarah
Jakarta (ANTARA) - Serial monolog "Di Tepi Sejarah" musim kedua yang akan tayang mulai 17 Agustus diharapkan bisa menjadi ruang bagi anak-anak muda dalam mendiskusikan interpretasi sosok-sosok yang punya andil dalam sejarah Indonesia.

"Ini cocok untuk jadi ruang (diskusi) terbuka," kata Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Ahmad Mahendra di konferensi pers, Jakarta, Senin.

Musim kedua serial monolog "Di Tepi Sejarah" produksi Titimangsa dan KawanKawan Media bekerja sama dengan Direktorat Perfilman dan Media Bar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi akan menghadirkan lima monolog yang mengisahkan Sjafruddin Prawiranegara (1911-1989), Kassian Cephas (1845-1912), Gombloh (1949-1988), Ismail Marzuki (1914-1958) dan Emiria Soenassa (1895-1964) akan ditayangkan di YouTube Budaya Saya dan kanal Indonesiana TV mulai 17 Agustus hingga akhir Agustus.

"Kita membutuhkan berbagai medium dan cara pandang baru dalam melihat sejarah agar kebudayaan kita makin maju," kata Mahendra.

Mahendra mengatakan, pemerintah bertugas untuk menjadi fasilitator sekaligus regulator yang siap mendukung inisiasi dari komunitas yang ingin turut memajukan kebudayaan.

"Pada saat bertemu Happy Salma (pendiri Titimangsa dan produser pementasan Di Tepi Sejarah) dan Yulia (Evina Bhara, produser KawanKawan Media), idenya luar biasa," kata Mahendra, menyebutkan episode "Sepinya Sepi" yang tayang tahun lalu sebagai favoritnya dari musim pertama.

Menurut Yulia Evina Bhara, produser KawanKawan Media, musim kedua dibuat setelah melihat antusiasme dari penonton ketika musim pertama disuguhkan sebelumnya. Kala itu, mereka mengadakan lomba resensi yang diikuti para guru, pelajar dan mahasiswa yang menghasilkan banyak ulasan, mendorong mereka membuat kelanjutannya.

Pentas monolog yang kemudian ditayangkan lewat YouTube dan kanal Indonesiana TV tentu memberikan pengalaman yang berbeda dibandingkan dengan menonton secara langsung di gedung teater. Namun, ini merupakan upaya kecil mereka untuk bisa tetap menghadirkan "Di Tepi Sejarah" di tengah keterbatasan akibat pandemi COVID-19.

"Ini upaya untuk bisa mendiskusikan tokoh-tokoh yang mungkin belum banyak dikenal dan dibicarakan. Ini ajang kita berkolaborasi bersama," kata Yulia.

Happy Salma menambahkan, proses pembuatan "Di Tepi Sejarah" sekaligus menjadi lokakarya yang menambah ilmu semua pihak di dalamnya. Proses pembuatan monolog musim kedua ini disebutnya tak cuma menjadi ajang untuk mengenal sosok bersejarah yang jarang diangkat, tetapi menjadi ruang belajar untuk setiap orang yang terlibat.

"Semoga nantinya ini bisa ditonton langsung," harap dia.

Baca juga: Monolog "Di Tepi Sejarah" hidupkan lagi kisah pelukis Emiria Soenassa

Baca juga: "Di Tepi Sejarah" tampilkan pentas keempat monolog Ismail Marzuki

Baca juga: Lebih dekat dengan sosok Gombloh dalam monolog "Di Tepi Sejarah"

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022