Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat kepatuhan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada semester I tahun 2022 mencapai 97,36 persen.

"Selama semester I ini, jadi sampai 31 Maret batas akhir penyampaian, kepatuhannya relatif membaik. Jadi, sudah 97,36 persen. Jadi sudah hampir semua. Sisanya itu paling pensiunan yang belum, yang begitu-begitu saja," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan saat jumpa pers "Kinerja KPK Bidang Pencegahan Semester I 2022" di Gedung KPK, Jakarta, Senin.

Kendati demikian, KPK juga menyoroti penyampaian LHKPN yang tidak lengkap, sehingga tidak bisa diverifikasi.

"Tetapi ada satu hal yang mengkhawatirkan, bahwa kalau teman-teman lihat, ada yang namanya penyampaian lengkap itu hanya 85 persen. Jadi, ada beda sekitar 12 persen. Dia menyampaikan (LHKPN) tetapi tidak lengkap. Tidak lengkapnya macam-macam, ada 13 dokumen dia tidak lengkap, kurang ini, kurang itu; yang mengkhawatirkan kami kalau tidak lengkapnya surat kuasa, karena itu membuat LHKPN-nya tidak bisa diverifikasi," jelasnya.

Dia mengatakan surat kuasa tersebut memberi kuasa kepada KPK untuk meminta data yang berkaitan dengan pemeriksaan LHKPN.

"Surat kuasa itu memberi kuasa ke KPK untuk memeriksa, meminta data ke bank, asuransi, bursa efek, BPN, samsat. Kalau tidak ada, surat kuasanya kami tidak bisa. Ini kalau teman-teman lihat, kalau dia tidak tayang karena tidak lengkap antara lain karena dokumennya tidak lengkap dan yang paling penting kalau surat kuasa tidak disampaikan, itu tidak bisa kami verifikasi," tambahnya.

Baca juga: KPK koordinasi dengan Kejagung terkait penanganan kasus Surya Darmadi

Selain itu, KPK juga mencatat selama semester I 2022 telah memeriksa 99 LHKPN, dengan rincian 54 di antaranya untuk pemenuhan permintaan penindakan dan sisanya merupakan inisiatif direktorat.

"Lima puluh empat untuk permintaan dari penindakan pasti kami dahulukan, yang berikutnya 45 inisiatif dari direktorat. Jadi, misalnya kalau kami dengar ini ada suap, misalnya BPK gitu kami mulai melihat LHKPN BPK mana yang kira-kira kami verifikasi. Jadi, kami merespons apa yang terjadi di penindakan dengan pemeriksaan atas inisiatif sendiri," ungkapnya.

Adapun, dari inisiatif direktorat, satu laporan diteruskan ke Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat, satu laporan diteruskan ke Direktorat Gratifikasi, dan 10 laporan lain diteruskan ke aparat pengawasan internal lembaga untuk ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lebih rinci karena terdeteksi adanya penerimaan gratifikasi.

"Hasilnya, dari 45 yang kami lakukan inisiatif sendiri, satu itu lumayan ada potensi gratifikasinya. Kami kasih ke Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat; yang satu itu kami sampaikan ke Direktur Gratifikasi untuk di dalami; yang 10 kami sampaikan ke instansi yang ada di situ, misalnya BUMN beberapa kementerian lembaga. Karena kita temui dia ada penerimaan-penerimaan tetapi kami mendalaminya ini bukan penyelenggara negara yang kedua jumlahnya di bawah Rp1 miliar. Jadi, mending kami kasih aja ke APIP-nya tolong di dalami nanti dua bulan lagi kasih kami hasilnya kayak apa," ujarnya.

Baca juga: KPK beri pembekalan antikorupsi kepada pengurus PPP
Baca juga: Ferdy Sambo dilaporkan ke KPK

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022