Jakarta (ANTARA) - Terapi Orthokeratology atau yang dikenal dengan metode Ortho K diklaim efektif untuk mengoreksi penglihatan mata minus anak, demikian Optometry Doctor di VIO Optical Clinic, Andri Agus Syah, OD. FPCO. FAAO.

Ortho K adalah metode membentuk ulang kornea mata pasien yang tidak beraturan kembali bulat normal sehingga penglihatan pasien menjadi jernih kembali.

"Ortho K ini bisa menjadi solusi untuk menekan pertumbuhan myopia pada anak karena ortho K mempunyai dua fungsi menghambat laju minus dan bisa menurunkannya," kata Andri dalam keterangannya pada Senin

Baca juga: Pilih warna lensa kontak lebih mudah dengan teknologi AR

Terapi ini bersifat alami bukan melalui proses pembedahan sehingga cukup diminati.

American Academy of Ophthalmology melansir bahwa Ortho K adalah prosedur non-bedah yang disebut dengan Corneal Refractive Therapy (CRT).

Caranya dengan menggunakan lensa kontak Rigid Gas Permeable (RGP) yang dipakai saat tidur minimal 8 jam di malam hari.

Pada saat tidur, lensa kontak tersebut akan membentuk ulang kornea mata pasien secara alami sehingga pada saat bangun dan beraktivitas pasien bisa memiliki penglihatan yang jernih.

Meskipun terbilang baru di Indonesia, namun metode ini sudah berkembang dari sejak tahun 1940 oleh Dokter Optometri, George Jessen (1916-1987) dan telah mendapat FDA (Food and Drug Administrations) Approval sehingga penggunaan Terapi Ortho K ini dijamin keamanannya.

VIO Optical Clinic sudah membuktikan hal ini, sudah ada ribuan pasien yang menggunakan Terapi Ortho K.

"Terapi Ortho K ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dan terbukti mampu membantu para orang tua yang ingin anaknya bisa lepas kacamata tanpa harus operasi. Biayanya juga sangat terjangkau. Bahkan sudah banyak calon siswa Akmil, Akpol, Pilot, dan lain-lain yang lulus tes kesehatan matanya dengan metode Terapi Ortho K ini," kata dokter Spesialis Mata, dr. Weni Puspitasari, Sp. M di VIO Optical Clinic.

Data dari National Library of Medicine pada tahun 2021 menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 merubah aktivitas anak-anak yang berpengaruh pada kesehatan matanya.

Kegiatan screen time selama masa #DirumahAja meningkat dan menyebabkan anak-anak mudah mengalami gangguan mata minus.

Prevalensi myopia atau mata minus meningkat 1.5 hingga tiga kali lipat pada tahun 2020 dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, peningkatan ini banyak terjadi pada anak-anak usia sekolah, 6 hingga 8 tahun.

Kondisi ini juga menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara di Asia yang mengalami peningkatan myopia atau mata minus secara signifikan.

Baca juga: Jangan sepelekan mata kering, ini bahayanya

Baca juga: Tiga dokter FK UB edukasi kesehatan mata lewat komik

Baca juga: Keseringan pakai gawai, banyak warga Australia alami gangguan mata

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022