membedakan kita dari bangsa-bangsa lain
Jakarta (ANTARA) - Komunitas pecinta kebaya mengharapkan Indonesia menempuh jalur single nation dalam pengajuan kebaya sebagai warisan budaya ke Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dan bukan secara bersama-sama dengan Malaysia, Singapura, dan Brunei.

Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei dikabarkan akan secara bersama mengajukan kebaya sebagai warisan budaya ke UNESCO dengan alasan karena kesamaan budaya.

"Pengajuan kebaya ke UNESCO oleh beberapa negara dapat membiaskan riwayat budaya, dari mana sesungguhnya asal mula busana tersebut? Selain itu, apabila diakui oleh banyak negara, mungkin saja kebaya tidak lagi menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, bukan lagi bagian dari jati diri bangsa. Karena itu, saya kira akan banyak komunitas yang menolak wacana ini," kata salah satu anggota Koalisi Tradisikebaya.id, Etti RS, yang juga Wakil Ketua Yayasan Kebudayaan Rancage, dalam siaran pers, Selasa.

Baca juga: PBI dorong kebaya masuk warisan budaya tak benda

Baca juga: Menteri PPPA dorong kemajuan budaya di kancah dunia lewat kebaya


Etti mengungkapkan bahwa jika wacana pengajuan secara multi nation ini dilanjutkan, dapat berdampak pada warisan budaya lainnya. Bayangkan jika satu per satu budaya milik kita dicicil untuk didaftarkan dengan negara lain sebagai “milik bersama”.

Kelak, anak-cucu kita akan benar-benar kehilangan akar. Mereka bahkan tidak tahu lagi yang mana budaya asli nenek-moyangnya dan mana budaya dari bangsa lain. Semuanya akan berbaur dan akhirnya identitas bangsa tak hanya memudar, tetapi hilang, katanya.

Di tempat terpisah, pekerja seni sekaligus sobat kebaya, Dian Sastrowardoyo, yang juga salah satu anggota Koalisi Tradisikebaya.id mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan kebaya sebagai busana kebanggaan bangsa Indonesia. Dian Sastro berharap pemerintah bisa mencanangkan kebaya sebagai pakaian wajib yang digunakan pada hari-hari tertentu, seperti halnya batik.

"Kalau dulu kita wajib berbatik sewaktu berangkat kerja, atau ke sekolah, atau kuliah, kalau bisa suatu hari dicanangkan sama pemerintah, busana nasional atau kebaya wajib (digunakan) satu atau dua hari dalam seminggu. Supaya kita tuh balik ke tradisi, ke adat. Karena itu yang justru membedakan kita dari bangsa-bangsa lain," tambahnya.

Menurut Dian Sastro, kita harus membuktikan kepada UNESCO bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang pakai kebaya. Dian Sastro juga mengajak agar masyarakat Indonesia berperan serta dalam gerakan “Kebaya Goes to UNESCO” dengan mengunggah foto di laman tradisikebaya.id.

"Aku mau ngajakin kalian semua para perempuan di Indonesia, untuk bisa berpartisipasi dalam pengajuan Kebaya. Agar ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO. Melalui Gerakan Kebaya goes to UNESCO. Caranya gampang banget kita tinggal berfoto dengan kebaya kita masing-masing. Kemudian kita unggah pada website. tradisikebaya.id," kata Dian.

Gerakan Kebaya goes to UNESCO ini dimulai dari tanggap 9 Agustus sampai dengan 9 Desember 2022. "Yuk, makanya kita lestarikan Kebaya supaya bisa dijadikan sebagai warisan budaya dunia tak benda dari Indonesia untuk dunia," Dian menambahkan.

Baca juga: KBRI Washington dukung gerakan "Kebaya goes to UNESCO"

Baca juga: Dukung kebaya goes to UNESCO, komunitas gelar Kebaya Berdansa

Baca juga: PANDI luncurkan laman dukung kebaya jadi warisan dunia

Pewarta: Suryanto
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022