Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diminta untuk mengevaluasi penerapan dana pungutan ekspor sawit karena pemanfaatannya dinilai tidak tepat sasaran.

"Sama sekali tidak tepat sasaran dengan kita melihat dana pengelolaan dari kelapa sawit banyak yang kembali pada produsen pengolah dana sawit sekaligus eksportir kelapa sawit. Bahkan ada perusahaan yang untung dari subsidi biodiesel kelapa sawit," kata peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Nailul menuturkan saat ini pemerintah menerapkan penangguhan atau pencabutan sementara pungutan ekspor sawit untuk menggairahkan lagi ekspor sawit dengan harapan bisa mendongkrak lagi harga sawit di tingkat petani.

Namun, sejumlah pihak memandang, pencabutan sementara pungutan ekspor sawit sepertinya tidak akan cukup efektif memperbaiki iklim industri kelapa sawit yang sedang tidak baik-baik saja.

Ia menyebut dibutuhkan evaluasi menyeluruh perihal pemanfaatan dana sawit ini.

"Jangan sampai, saat pungutan sawit kembali diterapkan malah akan ada beban baru bagi pelaku industri sawit baik produsen, pabrik pengolahan hingga petani. Padahal, mereka sendiri tidak merasakan manfaat dari penerapan dana pungutan sawit itu," katanya.

Di sisi lain, pemanfaatan dana sawit untuk pengadaan biodiesel juga dinilai tak sejalan dengan semangat pengembangan industri sawit sebagai tujuan awal diterapkannya dana pungutan ekspor sawit ini.

"Pemanfaatan saat ini lebih banyak digunakan untuk subsidi program biodiesel. Padahal ada sasaran lainnya seperti peningkatan SDM petani, peremajaan sawit, dan lainnya, yang porsinya sangat kecil sekali. Belum lagi untuk porsi lainnya. Jadi alokasi saat ini sangat timpang sekali," kata Nailul.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP-Sawit) sudah mengumpulkan dana kurang lebih sekitar Rp137,28 triliun dari potongan penjualan ekspor CPO (Crude Palm Oil) sejak dibentuk pada 2015 lalu hingga 2021.

Menurut Nailul, penggunaan dana yang dikumpulkan tersebut tidak banyak memberikan dampak kepada petani sawit karena dana pungutan sawit lebih banyak digunakan untuk memenuhi insentif mandatori biodiesel.

Total insentif yang diterima oleh produsen biodiesel sekitar Rp110,05 triliun dalam periode 2015-2021 atau mencapai 80,16 persen dari total dana sawit.

Namun anggaran untuk industri sawit justru sangat minim. Hingga tahun 2021, dari total dana pungutan sawit, anggaran peremajaan sawit hanya sebesar Rp6,59 triliun atau setara 4,8 persen.

Sementara anggaran pengembangan SDM (petani) hanya Rp199 miliar atau hanya 0,14 persen dari total dana sawit.

"Desakan evaluasi penerapan pungutan ekspor sawit atau dana sawit sebenarnya bukan sekali dua kali disuarakan," katanya.

Baca juga: Petani harapkan bea keluar dan pungutan ekspor minyak sawit dievaluasi
Baca juga: Menkeu hapus tarif pungutan ekspor kelapa sawit hingga 31 Agustus
Baca juga: Kemenperin: Insentif tarif pungutan ekspor CPO dorong investasi

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022