Jakarta (ANTARA) - Diplomasi di sektor kesehatan merupakan salah satu bagian vital dari upaya pemerintah untuk mengeluarkan Indonesia dari jerat pandemi COVID-19, yang tak hanya memperlambat pergerakan masyarakat dunia namun juga membawa berbagai dampak pada pertumbuhan ekonomi.

Upaya diplomasi Indonesia dengan berbagai negara di dunia bukan hanya menyangkut kerja sama untuk ketahanan kesehatan global yang lebih baik, namun juga membawa manfaat bagi seluruh masyarakat di Tanah Air.

Saat pandemimulai merebak, tak sedikit warga negara Indonesia yang terjebak di negara-negara lain dan tak dapat kembali pulang akibat pembatasan pergerakan --yang diberlakukan untuk mencegah meluasnya penyebaran virus.

Upaya untuk menjalankan mandat perlindungan WNI pun harus dijalankan dan kekuatan diplomasi Indonesia berhasil dibuktikan pada masa tersebut.

Meski merupakan tantangan yang besar, pemerintah Indonesia berhasil memulangkan para WNI dari China saat COVID-19 mulai menyebar di Kota Wuhan, China.

Sebanyak 243 WNI yang berada di Kota Wuhan dan Provinsi Hubei berhasil dipulangkan, di tengah kekhawatiran terkait penyebaran penyakit tersebut dan ketidakpastian masa karantina yang mungkin harus dijalani oleh para WNI.

Koordinasi dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri dengan berbagai pihak, termasuk KBRI Beijing serta pemerintah China yang memiliki berbagai aturan sendiri.

Kala itu, pandemi belum masuk ke Indonesia sehingga pihak Kemlu pun harus melakukan koordinasi terkait fasilitas karantina yang dapat digunakan oleh para WNI setibanya di Tanah Air.

Upaya repatriasi WNI dari China pada 2020 itu menjadi awal dari berbagai upaya pemulangan WNI lainnya terkait pandemi COVID-19.

Sejak itu, pemerintah Indonesia menghadapi tantangan untuk memulangkan WNI dari berbagai negara yang terkendala terhentinya kegiatan penerbangan internasional.

Mulai dari Filipina, India, hingga Suriah dan Guyana, berbagai tantangan dan koordinasi berlapis dihadapi oleh pemerintah Indonesia untuk memastikan kepulangan dan keamanan para WNI yang berada di negara-negara lain.

Upaya perlindungan tentu bukan hanya berarti langkah repatriasi, namun juga memastikan keamanan bagi mereka yang memutuskan atau harus menetap di sejumlah negara.

Mulai dari mengunjungi para WNI, hingga membagikan paket bantuan berisi bahan-bahan pokok bagi mereka yang harus melakukan karantina di perantauan, perwakilan RI di luar negeri tak henti melaksanakan fungsi perlindungan WNI yang telah dimandatkan dalam penugasan mereka.

Kini, situasi pandemi tampak menunjukkan perkembangan yang menyejukkan. Jumlah korban jiwa jauh lebih rendah dibandingkan pada masa-masa puncak pandemi. 

Dan yang tak kalah penting, sebagian besar masyarakat telah menerima suntikan vaksinasi hingga dosis ketiga.

Menurut Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, diplomasi bidang kesehatan, khususnya terkait vaksin pada masa pandemi COVID-19, berkontribusi terhadap ketahanan kesehatan serta pemulihan ekonomi nasional.

Terhitung hingga 3 April 2022 lalu, Indonesia telah berhasil menerima sebanyak 130.662.975 dosis vaksin COVID-19 melalui jalur diplomasi, yakni mekanisme COVAX AMC dan skema berbagi dosis atau dose-sharing yang dilakukan secara bilateral.

Kerja keras pemerintah, khususnya Kementerian Luar Negeri, dalam melakukan diplomasi kesehatan merupakan langkah yang patut diapresiasi.

Hal itu merupakan cerminan dari peran aktif Kemlu RI dalam politik luar negeri untuk memenuhi kepentingan domestik, sebagaimana dikatakan pula oleh Koordinator Tim Kajian Politik Luar Negeri Indonesia P2P LIPI Mario Surya Ramadhan.

Selain untuk kepentingan dalam negeri, pemerintah Indonesia juga meluaskan kiprahnya dalam diplomasi kesehatan untuk menjalankan peran aktif guna memperkuat resiliensi kesehatan dunia dan mendorong kerja sama internasional.

Upaya Indonesia pun mendapatkan apresiasi dari komunitas internasional, salah satunya melalui kepercayaan yang diberikan bagi menteri luar negeri RI untuk menjadi Ketua Bersama atau co-chair AMC Engagement Group inisiatif global untuk akses vaksin yang setara, COVAX.

COVAX AMC merupakan mekanisme global yang bertujuan menyalurkan vaksin secara gratis kepada negara-negara anggotanya, yang mencakup 92 negara berpendapatan menengah ke bawah dan berpendapatan rendah.

Peran Indonesia dalam COVAX AMC Engagement Group juga menjadi bentuk kepemimpinan Indonesia di tatanan internasional untuk menyuarakan kesetaraan atas akses vaksin bagi negara-negara berkembang.

Indonesia telah terus menekankan dalam berbagai kesempatan bahwa pemulihan dunia tak dapat dicapai hanya dengan pemulihan sejumlah negara tertentu. Dunia hanya dapat pulih jika semua negara, tanpa terkecuali, bisa mendapatkan akses terhadap vaksin dan pasokan kesehatan yang sama untuk memerangi pandemi.

Pada 8 Juni tahun ini, Menlu kembali memimpin pertemuan COVAX Advance Market Commitment Engagement Group. 

Pada pertemuan itu, dia nyampaikan bahwa dunia tengah menyaksikan adanya perkembangan positif terkait pandemi COVID-19. Hal itu, menurut Menlu Retno, merupakan bukti bahwa upaya jalur multilateralisme dapat membuahkan hasil yang baik menuju pemulihan.

Meski sebanyak 12 miliar dosis vaksin COVID-19 telah berhasil disuntikkan, Indonesia menekankan bahwa kesenjangan vaksinasi masih tetap terjadi.

Dorongan untuk memastikan bahwa semua orang dapat menerima suntikan vaksin juga disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi COVAX AMC pada April.

Terkait upaya tersebut, Menlu RI pun mengajukan dua hal yang penting untuk menjadi fokus global, termasuk untuk memberikan prioritas pendanaan terhadap upaya vaksinasi dan mengintegrasikan vaksinasi COVID-19 ke dalam intervensi kesehatan lainnya.

Inisiatif yang diberikan Menlu RI Retno Marsudi dalam peran kepemimpinan di forum global pun mencerminkan Indonesia sebagai negara yang turut menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang dalam upaya-upaya global.


Baca juga: Hampir 12 miliar dosis vaksin COVID-19 telah disuntikkan

Baca juga: Pimpin pertemuan COVAX, Menlu tekankan lagi kesetaraan vaksin


 

RI terima 3,5 juta dosis vaksin AstraZeneca dari Covax

 

Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2022