Jakarta (ANTARA) -
Animal Defenders Indonesia (ADI) berkolaborasi dengan Gojek untuk memastikan layanan pesan antar makanan GoFood bebas dari penjualan makanan dan minuman berbahan dasar atau olahan daging anjing.

Baca juga: GoFood dekatkan konsumen dan kuliner nusantara lewat #Rekomendasik+62
 
"Sejak pertama kali ADI berdiri, kami terus proaktif melakukan advokasi melindungi dan menjaga kesejahteraan hewan nonternak seperti anjing," kata Pendiri Animal Defenders Indonesia, Doni Herdaru Tona dalam siaran resmi, Selasa.
 
"Dalam prosesnya, kami juga aktif menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, seperti kolaborasi kami dengan Gojek," kata Doni.
 
Ia menjelaskan, organisasi nirlaba itu memilih Gojek sebagai partner karena platform GoFood memberikan respons yang proaktif dibandingkan platform pesan-antar makanan serupa lainnya.

"Bersama-sama, kami ingin memastikan platform GoFood selalu bebas dari penjualan daging anjing atau masakan yang mengandung daging anjing. Harapannya, kolaborasi ini bisa membantu memberantas perdagangan daging anjing di Indonesia," kata dia.

Baca juga: Permintaan tinggi, penjualan merchant GoFood Vietnam naik 3 kali lipat
 
Pada kolaborasi tahap awal, ADI dan Gojek akan kembali mensosialisasikan aturan pelarangan penjualan daging anjing, mengedukasi bahaya mengonsumsi daging anjing bagi manusia, serta menanamkan kesadaran mengapa hewan nonternak layak hidup sejahtera.
 
ADI juga akan turut melakukan pengawasan supaya tidak ada makanan dari bahan dasar atau olahan daging anjing di platform GoFood.
 
“Kami mengapresiasi dan siap mendukung upaya ADI dalam memberantas perdagangan daging anjing. Sejalan dengan hal ini, GoFood dan ADI berkolaborasi agar layanan GoFood selalu bebas dari perdagangan daging anjing," kata Rosel Lavina, VP Corporate Affairs Food & Groceries Gojek.

Baca juga: Pasar Jaya benarkan oknum pedagang jual daging anjing di Pasar Senen
 
"Kami sendiri telah melarang keras penjualan makanan/minuman dari bahan dasar atau olahan yang tidak termasuk kategori pangan seperti daging anjing dan siap memberikan sanksi tegas berupa penghapusan menu hingga pemutusan kemitraan kepada mitra usaha yang masih menjual menu terlarang tersebut," lanjut Rosel Lavina.
 
Ia menambahkan, kebijakan tersebut telah disetujui oleh setiap mitra usaha ketika bergabung dengan GoFood dan sudah disosialisasikan secara berkala kepada para mitra usaha yang menggunakan platform itu.
 
Selain kolaborasi, GoFood juga melakukan upaya proaktif guna mengidentifikasi dan memberantas penjualan menu daging anjing dalam platform-nya, di antaranya:

Baca juga: Tren pesan-antar makanan di Indonesia sajian olahan ayam tetap favorit
 
1. Memperketat SOP
 
Memperketat Standard Operating Procedure (SOP) di mana sejak Oktober 2021 secara tegas melarang penjualan daging anjing dan hewan nonternak lainnya dan mensosialisasikannya ke mitra usaha kuliner.
 
GoFood telah memberlakukan pemutusan kemitraan permanen terhadap 15 mitra usaha dan menghapus menu daging anjing dari 44 mitra usaha yang terindikasi melanggar.
 
2. Penyaringan kata kunci pada sistem database
 
GoFood secara berkala memperluas dan memperbarui kata kunci penyaringan pada sistem database GoFood untuk mengidentifikasi indikasi/temuan menu dari mitra usaha GoFood yang menggunakan dan/atau berbahan dasar bahan yang tidak termasuk kategori pangan.
 
Sebagai bentuk komitmennya, hingga saat ini GoFood telah menambahkan 57 kata kunci baru di daftar filter sejak pemberlakuan SOP baru dan akan terus diperbarui secara berkala.

Baca juga: GoFood kurasi ragam menu hampers hingga e-card
 
3. Tombol laporan
 
GoFood menyediakan tombol laporan di setiap menu untuk memudahkan pelanggan melapor jika menemukan menu olahan daging anjing atau hewan nonternak lainnya.
 
Drh. R.D. Wiwiek Bagja, pakar ilmu kesejahteraan hewan memaparkan, dari sisi medis, konsumsi daging anjing memiliki berbagai risiko kesehatan seperti infeksi parasit/cacing dan/atau bakteri bahkan yang terburuk adalah terinfeksi virus rabies.
 
“Kepercayaan di masyarakat akan khasiat daging anjing tidak memiliki dasar ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Mengonsumsi daging anjing sepatutnya perlu dihentikan dan bukan didukung untuk diperluas perdagangannya di masyarakat Indonesia mengingat ia bukan merupakan bahan pangan yang legal karena tidak sesuai definisi pangan di UU Pangan No 18 Tahun 2012," kata dia.
 
"Untuk itu, kita patut mengapresiasi setiap upaya kolaboratif untuk pemberantasan konsumsi daging anjing seperti yang telah diinisiasi oleh ADI dan Gojek hari ini, sebagai langkah positif dalam edukasi terkait kesejahteraan hewan nonternak, dan kesehatan masyarakat pada umumnya," lanjut Wiwiek.

Baca juga: Pasar Jaya beri sanksi administrasi penjual daging anjing
 
Drh. Wiwiek menjelaskan, pemerintah melalui Surat Edaran (SE) no.9874/SE/pk.420/F/092018 tentang Peningkatan Pengawasan terhadap Peredaran/Perdagangan Daging Anjing telah berupaya untuk meningkatkan komitmen seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dan menjamin ketenteraman batin masyarakat dalam mendapatkan pangan asal hewan yang aman dan sehat.
 
“Hal yang mengganggu ketenteraman batin masyarakat adalah termasuk juga adanya perilaku kejam dalam memperoleh, cara mengangkut, menyimpan dan mematikan hewan yang melanggar pasal 91B UU No.18/2009 jo UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yaitu: Setiap Orang yang menganiaya dan/atau menyalahgunakan Hewan sehingga mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) dipidana dan seterusnya. Masih ada 3 UU dan 3 Peraturan pemerintah yang menjadi dasar SE ini,” tutur Wiwiek.


Baca juga: Sosok perempuan super masa kini, usaha rumahan hingga womenpreneur

Baca juga: Riset: GoFood pilihan utama, ShopeeFood beri harga paling kompetitif

Baca juga: GoFood pelopori fitur ongkos parkir otomatis di aplikasi

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022