Waktunya melanjutkan perubahan LPG ke listrik
Bandung (ANTARA) -
Ketua Pusat Penelitian Energi Baru dan Terbarukan Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Yuli Setyo Indartono menyarankan pemerintah untuk melakukan subsidi pembelian kompor listrik untuk mengurangi dampak negatif dari fluktuasi harga BBM dan LPG terhadap perekonomian nasional.
 
"Kalau dulu pemerintah memiliki program penggantian minyak tanah dengan LPG, saat ini waktunya melanjutkan perubahan LPG ke listrik," kata Dr Yuli dalam keterangan tertulis Humas ITB, Selasa.
 
Dia juga menyarankan pemerintah melakukan elektrifikasi moda transportasi untuk mengurangi dampak negatif dari fluktuasi harga BBM dan LPG terhadap perekonomian nasional.
 
Pengurangan BBM di transportasi bisa dilakukan dengan tiga cara yakni peningkatan penggunaan biofuel, elektrifikasi kendaraan bermotor, serta perbaikan transportasi massal. Sedangkan di sektor rumah tangga, penggunaan kompor listrik dapat berperan mengurangi konsumsi LPG.
 
Saat ini, bahan bakar cair yang digunakan secara nasional telah digantikan oleh biofuel, bahkan hingga sebanyak 14 persen.
 
Baca juga: Akademisi: PLTN bisa masuk dalam bauran energi Indonesia

Baca juga: Akademisi: waspadai dramatisasi pada PLT energi terbarukan
Melalui usaha ini, pemerintah ingin meningkatkan kontribusi bioefuel di sektor transportasi dan tahun ini, uji coba B40 yang merupakan campuran biodiesel 40 persen pada bahan bakar diesel juga sedang dilakukan.
 
Menanggapi isu elektrifikasi kendaraan bermotor dan penggunaan kompor listrik, Yuli Setyo Indartono menyatakan bahwa keduanya pun perlu diiringi dengan peningkatan kapasitas pembangkit listrik di Tanah Air.
 
Menurut dia, langkah cepat yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan memberikan subsidi pembelian kompor listrik kepada masyarakat menengah ke bawah.
 
Di sisi lain, di sektor transportasi, peningkatan jumlah dan kualitas transportasi massal di dalam kota maupun antarkota perlu digarap.
 
Ia juga mendukung ikhtiar elektrifikasi kendaraan bermotor yang dapat dipercepat dengan pemberian subsidi pembelian kendaraan listrik dan pembangunan Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU).
 
Semua anggaran yang dibutuhkan dapat diambil dari sebagian pos subsidi BBM.
 
Bersamaan dengan hal tersebut, pemerintah juga perlu merencanakan pembangunan pembangkit listrik yang baru dan sesuai kebutuhan.
 
“Alokasi subsidi BBM yang besar saat ini, sebagian dapat digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik baru yang berbasis energi baru dan terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, surya, dan angin,” kata Dr Yuli.
 
Pilihan ini sejalan dengan tanggung jawab Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dioksida di atmosfer.
  
 Pengembangan jenis energi baru dan terbarukan lainnya juga harus menjadi bahan konsiderasi, diantaranya biomassa, nuklir, serta laut.
 
 
 
Pengembangan clean coal dan carbon capture and storage perlu dilakukan agar batu bara, yang sangat besar jumlahnya di Indonesia, dapat dimanfaatkan tanpa merusak bumi.
 
Pengembangan teknologi penyimpanan energi perlu dilakukan agar kita dapat menggunakan tenaga surya dan tenaga angin skala besar tanpa khawatir dampak intermittency-nya terhadap kestabilan jaringan listrik.
  
“Jika kita dapat menggunakan separuh saja dari Rp502 triliun untuk melakukan hal-hal ini, mudah-mudahan, Bangsa kita tidak terjerembab lagi pada masalah BBM yang mungkin kembali terjadi di masa mendatang,” kata dia.

Baca juga: Akademisi: sawit sumber energi alternatif terbaik gantikan fosil

Baca juga: Akademisi: PLTN dapat dibangun untuk dukung pusat ekonomi baru

 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022