Purwakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi berharap Pemerintah meninjau ulang rencana penghapusan tenaga honorer karena khawatir akan mengganggu pelayanan publik.

"Nasib tenaga honorer sekarang ini sudah di ujung tanduk dan dikhawatirkan pelayanan publik akan ambruk," kata Dedi ketika dihubungi melalui sambungan telepon dari Purwakarta, Rabu.

Menurut dia, rencana penghapusan tenaga honorer akan berpengaruh pada pelayanan publik karena sebagian besar layanan masyarakat dilakukan tenaga honorer.

"Jujur bahwa tenaga honorer, seperti halnya penyuluh honorer, petugas pelayanan bidang peternakan honorer, puskesmas honorer, guru yang mengajar setiap hari, itu kebanyakan honorer. Jadi, kalau dihapus tanpa menghitung berdasarkan kebutuhan, maka akan lumpuh pelayanan pemerintah," katanya.

Apabila dahulu tetap diberlakukan pengangkatan aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan masa pengabdian, lanjutnya, maka permasalahan seperti saat ini tidak akan terjadi. Namun, kini kebijakan tersebut sudah tidak berlaku lagi.

"Seiring dengan kebijakan yang berubah ini memang ada kelemahan, itu yang seharusnya ada larangan pengangkatan tenaga honorer; tapi (pengangkatan honorer) tetap dilakukan pada akhirnya terjadi penumpukan pada hari ini," tambahnya.

Baca juga: Pemprov Jabar bentuk satgas terkait tuntutan pegawai honorer kesehatan

Para pekerja honorer yang sudah lama bekerja akan sulit bersaing dengan pelamar baru, karena secara logika pegawai lama tidak lagi berpikir soal akademik.

"Sedangkan mereka yang baru lulus perguruan tinggi, aspek-aspek akademiknya sangat kuat. Jadi ketika tes, mereka akan selalu kalah dengan sarjana baru. Makin lama mereka (honorer) makin tidak terangkat dan jadi problem," katanya.

Permasalahan lain ialah mengenai pengelompokan kepegawaian yang mengakibatkan disparitas penggajian. Dia menjelaskan sektor pertanian masuk kelompok dengan gaji rendah, berbeda dengan honorer sekretariat daerah yang bertugas melayani pimpinan dan mendapat honor lebih besar.

"Bayangkan, orang bekerja riil pada produksi, gajinya lebih rendah dibanding dengan orang yang kerjanya tenaga protokol bupati. Jadi, sistem ini harus segera dibedah," ujarnya.

Oleh karena itu, mantan bupati Purwakarta itu meminta ada kajian ulang dengan membuat panitia khusus di DPR RI yang bertugas mengevaluasi berbagai problem kebijakan birokrasi.

Baca juga: APEKSI usul penghapusan tenaga honorer bertahap mulai 2023

Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022