Tanjungpinang (ANTARA) - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Riau Tengku Said Arif Fadillah meminta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menambah kuota solar bersubsidi untuk mengatasi krisis bahan bakar yang dialami para nelayan.

"Dalam beberapa pekan terakhir nelayan di Kepri mengalami kesulitan mendapatkan solar, sehingga tidak dapat melaut. Banyak kapal di Bintan, Tanjungpinang, Lingga, Batam, Natuna, Karimun dan Anambas yang parkir di pelabuhan, sehingga produksi ikan menurun," kata Arif di Tanjungpinang, Sabtu.

Baca juga: DFW: Akurasi data solusi terhadap persoalan BBM untuk nelayan

Mantan Sekda Kepri itu menjelaskan, jumlah nelayan di Kepri mencapai 194.221 orang, sebagian besar merupakan nelayan tangkap. Berdasarkan hasil kajian DKP Kepri, solar yang dibutuhkan nelayan mencapai 124.000 kilo liter.

Sementara kuota solar bersubsidi yang diberikan BPH Migas 126.000 kilo liter, namun tidak hanya digunakan untuk nelayan, melainkan juga kapal komersial yang disubsidi pemerintah, UMKM dan pariwisata. Permasalahan yang muncul ke permukaan yakni tidak ada pembatasan pembelian solar bersubsidi tersebut untuk kegiatan selain nelayan.

Baca juga: KSP koordinasikan dengan ESDM untuk harga khusus solar bagi nelayan

Hal itu menjadi salah satu menyebab terjadinya kelangkaan solar untuk nelayan.

"Kami ingin nelayan mendapat kuota solar khusus, tidak bercampur dengan aktivitas lainnya," ucapnya.

Baca juga: Moeldoko: Pemerintah jamin ketersediaan solar subsidi untuk nelayan

Saat ini, menurut dia, nelayan yang biasanya dapat melaut hingga 30 hari, hanya mampu melaut 10 hari lantaran kehabisan solar. Nelayan tidak mampu membeli solar nonsubsidi yang harganya mencapai Rp18.000 per liter.

Disparitas harga solar bersubsidi Rp5.150 per liter dengan solar industri juga dikhawatirkan menimbulkan permasalahan lainnya.

Baca juga: Polda Kalsel tindak SPBU nelayan jual solar bersubsidi di atas HET

"Saya khawatir solar bersubsidi ini dialihkan untuk kegiatan lain sehingga terjadi kelangkaan," ujarnya.

Arif mengatakan, produktivitas ikan yang menurun setelah terjadi krisis solar untuk nelayan menyebabkan harga ikan yang dijual pedagang menjadi tinggi. Untuk mengatasi kelangkaan ikan, pihaknya sudah memiliki pengusaha ikan yang memiliki "cold storage" atau lemari pendingin tempat penyimpanan ikan mengeluarkan stok ikan sesuai kebutuhan pasar.

"Pemilik 'cold storage' di Batam mengeluarkan 5 ton ikan sehari untuk Batam dan 3 ton di Tanjungpinang," katanya.

Baca juga: Nelayan Cirebon "curhat" langkanya solar ke Jokowi dan Ridwan Kamil
Baca juga: KNTI: Nelayan harus dapatkan akses mudah ke BBM murah

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2022