Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Taufik Basari menilai pelibatan dunia pendidikan sangat penting dalam revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Menurut dia, dirinya akan mempelajari hal-hal yang menjadi keberatan publik terkait revisi UU Sisdiknas, mulai dari proses penyusunan hingga poin-poin substansi yang ada di dalamnya.

"Saya akan mendengarkan kritikan tersebut dan selanjutnya akan mempelajari dan mendalami usulan RUU ini sekaligus akan menghimpun masukan dan keberatan dari masyarakat,” kata Taufik Basari di Jakarta, Senin.

Baca juga: Pemerintah usul revisi UU Sisdiknas masuk Prolegnas Perubahan 2022

Menurut dia, pelibatan seluruh pemangku kepentingan dunia pendidikan menjadi sangat penting karena RUU Sisdiknas diharapkan bisa menjadi acuan yang terintegrasi dalam pengaturan pendidikan di Indonesia.

Dia menilai semua pihak harus hati-hati dan cermat dalam menyusun RUU Sisdiknas, apalagi pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam membentuk karakter anak bangsa.

“Tugas mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tujuan negara yang secara eksplisit dituangkan dalam pembukaan UUD 45,” ujarnya.

Baca juga: MPR tolak penghapusan frasa "madrasah" di revisi UU Sisdiknas

Dia berharap setiap RUU yang diusulkan sebelumnya harus melalui proses pelibatan publik dan pemangku kepentingan secara bermakna.

Apalagi, kata dia, sektor pendidikan selalu menjadi fokus pemerintah sehingga anggarannya sangat besar karena persentasenya telah ditentukan konstitusi.

Taufik menjelaskan RUU usulan pemerintah itu mengintegrasikan sekaligus tiga undang-undang, yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Baca juga: Kemendikbudristek: Pembiayaan wajib belajar tertuang di RUU Sisdiknas

“Karena itu agar RUU Sisdiknas sebaiknya dikaji bersama masyarakat sebelum diajukan dalam Prolegnas Prioritas 2023,” katanya.

Taufik menjelaskan ketika DPR membahas UU Cipta Kerja dirinya menolak pasal-pasal yang diajukan pemerintah untuk dimasukkan menjadi klaster pendidikan dalam RUU Cipta Kerja karena terdapat semangat komersialisasi pendidikan yang tidak sejalan dengan semangat konstitusi.

Menurut dia, setelah perdebatan panjang dan proses lobi, akhirnya klaster pendidikan tersebut dicabut dari draf RUU Cipta Kerja.

Dia berharap semangat komersialisasi pendidikan tidak lagi dimunculkan dalam draf RUU Sisdiknas.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022