Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya afiliasi beberapa perusahaan pengelola pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel), yang mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP).

Untuk mendalaminya, KPK memeriksa saksi pihak swasta Rois Sunandar yang juga adik dari mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming (MM) di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/8) dalam penyidikan kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi terkait pemberian IUP di Kabupaten Tanah Bumbu.

"Di dalami pengetahuan saksi antara lain mengenai dugaan adanya tautan dan afiliasi tersangka MM dengan beberapa perusahaan pengelola pertambangan di Tanah Bumbu yang mendapatkan IUP," ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.

Selain itu, KPK juga telah memeriksa dua saksi lainnya dalam penyidikan kasus tersebut, yaitu Eka Risnawati selaku ibu rumah tangga dan Kabag Hukum Ditjen Minerba Kementerian ESDM tahun 2011 Fadli Ibrahim.

Baca juga: KPK duga Mardani tentukan perusahaan yang mendapatkan IUP

Baca juga: KPK amankan dokumen dari perusahaan Mardani Maming


Ali mengatakan terhadap saksi Eka Risnawati, penyidik mendalami mengenai aktivitas keuangan dari beberapa perusahaan pertambangan di Tanah Bumbu yang juga bertautan dan terkait dengan tersangka MM.

Sementara saksi Fadli Ibrahim, KPK mengonfirmasi soal kewenangan serta tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) saksi saat menjabat Kabag Hukum Ditjen Minerba Kementerian ESDM.

Selain itu, KPK juga menginformasikan seorang saksi yang tidak memenuhi panggilan tim penyidik pada Senin (29/8), yakni Direktur PT Permata Abadi Raya (PAR) tahun 2013-2020 Wawan Surya.

"Tidak hadir dan konfirmasi untuk kembali diagendakan hari ini di Gedung Merah Putih KPK," ucap Ali.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan periode 2016-2018 memiliki kewenangan, di antaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di Tanah Bumbu.

Pada tahun 2010, KPK mengungkapkan salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.

Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Mardani, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Mardani agar dapat memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN.

Baca juga: KPK geledah perusahaan milik Mardani Maming

KPK menduga Mardani menerima uang dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar RP104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020. Sementara itu, Mardani mengaku proses peralihan tersebut sudah sesuai prosedur.

"Masalah IUP itu sudah berjalan dan ada paraf kadis sebagai penanggung jawab dan itu sudah disidangkan di Pengadilan Banjarmasin," ucap Mardani di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/7).

Ia juga menyatakan bahwa kasus yang menjerat-nya itu murni masalah urusan bisnis.

"Kedua yang dinyatakan gratifikasi itu murni masalah 'business to business'. Tidak mungkin saya se-bodoh itu melakukan gratifikasi melalui transfer, bayar pajak, dan sekarang itu dalam PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang), pengadilan utang piutang. Murni 'business to business'," dalihnya.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022