Vaksin terbaru ini belum ada di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan vaksin COVID-19 Bivalen sebagai terobosan terbaru dalam pengendalian COVID-19 sebab relevan dengan varian awal dan Omicron.

"Vaksin terbaru ini sesuai dengan masalah yang ada sekarang, sayangnya vaksin terbaru ini belum ada di Indonesia," kata Tjandra Yoga Aditama melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Tjandra mengatakan sejumlah negara sudah membuat vaksin baru yang disebut Bivalen. Vaksin itu memberi proteksi terhadap varian Omicron dan juga varian COVID-19 awal yang ada sejak 2020.

Ia mengatakan varian yang mendominasi di dunia dan Indonesia saat ini adalah Omicron, sementara vaksin yang dipakai sekarang dibuat sebelum era Omicron.

Baca juga: Protokol kesehatan yang mulai terabaikan

Baca juga: Produsen sebut Vaksin Inavac bisa untuk booster remaja akhir 2022


Inggris misalnya, sudah menyediakan vaksin jenis terbaru itu. Produsen Moderna membuat vaksin Spikevax Bivalent Original/Omicron.

"Setengah dosisnya (25 mikrogram) menargetkan untuk proteksi virus COVID-19 tahun 2020 yang awal dulu, dan setengah dosis lainnya (25 microgram) untuk menangani varian Omicron yang sekarang ini," katanya.

Amerika Serikat, kata Tjandra, mulai memproses persetujuan penggunaan vaksin baru dari Pfizer, yang akan terdiri atas 15 microgram dari mRNA encoding untuk virus jenis awal dan 15 microgram mRNA encoding lainnya untuk proteksi terhadap varian Omicron BA.4/BA.5.

"Akan baik kalau Indonesia juga mempertimbangkan penggunaan vaksin COVID-19 terbaru ini untuk lebih melindungi anak bangsa kita," ujarnya.

Tjandra yang juga Guru Besar Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu mengatakan kasus COVID-19 di Indonesia per Selasa (30/8) kembali naik berkisar 5.000 kasus setelah sempat turun beberapa hari terakhir di angka 3.000-an kasus.

"Jadi memang COVID-19 belum sepenuhnya terkendali. Artinya, vaksinasi harus terus digalakkan," katanya.

Laman Our World In data per 27 Agustus 2022 menyebutkan angka cakupan vaksinasi Indonesia berkisar 62,3 persen. Masih hampir 40 persen penduduk Indonesia belum mendapat vaksinasi lengkap COVID-19.

Untuk booster, data Kementerian Kesehatan per 28 Agustus 2022 menyajikan cakupan vaksin dosis 3 (booster pertama) mencapai 25,70 persen, atau sekitar tiga perempat penduduk Indonesia belum mendapat vaksinasi booster.

Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengatakan Kemenkes sedang mempertimbangkan anggaran belanja vaksin COVID-19 pada 2023 untuk kelompok masyarakat Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

"Anggaran yang digelontorkan tidak termasuk di dalamnya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk pembelian vaksin. Mungkin nanti akan kami lakukan pembelian melalui APBN, tapi untuk PBI," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (30/8).

Dante mengatakan ketersediaan vaksin COVID-19 di Indonesia menjadi hal yang penting untuk memenuhi kebutuhan booster atau dosis penguat yang diberikan secara rutin kepada masyarakat saat fase endemi.

"Mungkin akan ada booster keempat, kelima, keenam dan seterusnya, sehingga kelihatannya, booster akan menjadi vaksinasi rutin nantinya saat endemi," katanya.

Alternatif selain pengadaan vaksin melalui kocek pemerintah, kata Dante, bisa melalui mekanisme vaksin berbayar untuk booster lanjutan. Seluruh kebijakan itu masih dalam tahap diskusi Kemenkes bersama pihak terkait.

Baca juga: Inggris jadi negara pertama setujui vaksin COVID-19 "bivalen"

Baca juga: Misinformasi! Vaksin COVID-19 tiap 6 bulan sekali


 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022