Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan Forum Aspirasi Konstitusi memperkuat tugas MPR dalam menyerap aspirasi masyarakat, berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

"Sebagai tahap awal, pada Oktober atau November 2022, Forum Aspirasi Konstitusi akan menyelenggarakan pertemuan dengan berbagai kelompok masyarakat, dari mulai kalangan veteran, TNI-Polri, agamawan, cendekiawan, hingga praktisi dan akademisi," kata Bambang dalam keterangan yang diterima di Jakarta Jumat.

Pertemuan tersebut dapat menyerap aspirasi masyarakat dan kelompok terkait konstitusi, yang selama ini hanya tersalurkan melalui tulisan di jurnal penelitian, media sosial, hingga grup WhatsApp. Sehingga, dengan demikian aspirasi masyarakat tersebut bisa diserap, dikaji, dan ditindaklanjuti oleh MPR RI.

"Khususnya dalam mempersiapkan konstitusi untuk menyongsong Indonesia Emas 2045, yang hanya tinggal 25 tahun lagi," tambahnya.

Dengan menyerap aspirasi dari berbagai kalangan, Forum Aspirasi Konstitusi juga mengevaluasi kinerja konstitusi yang telah berjalan 24 tahun dan mengalami empat kali perubahan. Sebagai gambaran, empat kali perubahan amendemen itu meliputi hampir keseluruhan materi konstitusi.

"Naskah asli UUD 1945 yang pada mulanya berisi 71 butir ketentuan, setelah dilakukan empat kali amendemen menghasilkan 199 butir ketentuan," jelasnya.

Baca juga: Ketua MPR minta masyarakat aktualisasi nilai Pancasila di kehidupan

Kemudian, dari 199 butir ketentuan tersebut, lanjutnya, hanya 25 butir ketentuan atau 12 persen di antaranya yang tidak mengalami perubahan dari naskah aslinya. Selebihnya, sebanyak 174 butir ketentuan atau 88 persen merupakan materi baru atau telah mengalami perubahan.

Bambang menjelaskan evaluasi terhadap konstitusi berdasarkan aspirasi masyarakat bukan hal tabu. Dari berbagai evaluasi tersebut, katanya, konstitusi ideal dapat terwujud, yakni konstitusi yang hidup (living constitution) dan konstitusi yang bekerja (working constitution).

"Konstitusi yang hidup adalah konstitusi yang mampu menjawab segala tantangan dan dinamika zaman, sedangkan konstitusi yang bekerja adalah konstitusi yang benar-benar dijadikan rujukan dan diimplementasikan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," jelasnya.

Evaluasi terhadap empat kali amendemen konstitusi itu, misalnya, bisa dilakukan terhadap derasnya masukan dari berbagai kelompok masyarakat, seperti PP Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu, yang mengusulkan agar utusan golongan dihidupkan kembali dalam keanggotaan MPR RI.

Dia menjelaskan keberadaan utusan golongan itu dihapuskan dalam keanggotaan MPR RI pada perubahan pertama konstitusi pada 1999. Setelah berjalan sekitar 24 tahun, menurutnya, ketiadaan utusan golongan dirasakan justru menyebabkan demokrasi Pancasila seperti kehilangan jati dirinya.

Keberadaan utusan golongan dalam lembaga perwakilan adalah amanat dan legasi kesejarahan yang telah diwariskan sejak cita-cita awal kemerdekaan, tambahnya.

Baca juga: Ketua MPR: Komcad Indonesia masih belum optimal

Utusan golongan secara prinsip telah dilakukan para pendiri bangsa sebagai bagian dari keterwakilan rakyat Indonesia secara plural, dengan mendudukkan MPR sebagai lembaga negara yang merepresentasikan keterwakilan politik, daerah, dan golongan.

"Melalui Forum Aspirasi Konstitusi, dengan terlebih dahulu menyerap aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat, bisa saja MPR RI periode 2019-2024 merekomendasikan kepada MPR RI periode 2024-2029 untuk mengkaji lebih jauh tentang perlu kembalinya Indonesia memiliki utusan golongan," katanya.

Sehingga, perwakilan politik, daerah, dan golongan bisa terakomodasi dalam lembaga perwakilan rakyat yang inklusif di MPR RI.

Forum Aspirasi Konstitusi merupakan alat kelengkapan pimpinan MPR di bawah koordinasi Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat yang membawahi bidang penyerapan aspirasi masyarakat dan lembaga negara. Forum Aspirasi Konstitusi akan dipimpin Jimly Asshiddiqie selaku Anggota MPR RI dari Kelompok DPD RI yang juga pakar hukum tata negara.

Forum tersebut memperkuat tugas MPR RI, sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU MD3 ayat D, yakni menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan UUD Negara RI Tahun 1945. Hasil penyerapan aspirasi itu sendiri akan diserahkan ke Badan Pengkajian MPR RI sebagai alat kelengkapan mahkamah.

Baca juga: Ketua MPR optimistis pemulihan perekonomian Indonesia terus membaik
 

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022