Jakarta (ANTARA) - Upaya Indonesia dan negara lain di dunia untuk pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat dari pandemi COVID-19 perlu perjuangan yang besar.

Konflik Rusia dan Ukraina yang tak kunjung reda mengerek harga minyak bumi dan pangan dunia. Setiap negara yang memberi subsidi minyak dan pangan tentu menghadapi masalah.

Indonesia akhirnya memilih strategi paling pahit dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Sabtu, 3 September 2022.

Pilihan pemerintah menaikkan harga BBM kali ini menarik. Presiden Jokowi terlihat mendampingi langsung pengumuman kenaikan BBM oleh para menteri terkait. Berikutnya hanya 2 partai yang terlihat menolak kebijakan tersebut.

Di sisi lain, para ahli ekonomi tampak sepakat bahwa mempertahankan subsidi BBM di tengah harga minyak mentah Indonesia yang jauh di atas 90 dolar AS per barel ibarat merawat bisul besar. Suatu saat bisul itu pasti pecah.

Lantas bagaimana bangsa ini menghadapi keputusan pahit yang telah dipilih? Secara garis besar terdapat dua level strategi menghadapi naiknya BBM. Pertama, strategi level pemerintah dan kedua, strategi level masyarakat atau keluarga.

Jangka Pendek

Pada level pertama, pemerintah telah menyiapkan strategi jangka pendek agar masyarakat terdampak yang paling lemah terbantu melalui 3 bantalan sosial berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan Bantuan Sosial Pemda.

Tentu strategi tersebut harus dikawal agar berjalan tepat sasaran dan terbebas dari korupsi saat penyalurannya.

Idealnya pemerintah juga melengkapi strategi untuk membantu masyarakat level menengah yang juga terdampak.

Mereka adalah masyarakat menengah yang selama ini menikmati subsidi karena menggunakan BBM subsidi untuk kendaraan pribadi.

Masyarakat menengah ini semula kalangan bawah, tetapi dengan usaha kerja kerasnya bekerja dan menempuh pendidikan pada akhirnya mampu naik kelas menjadi masyarakat menengah walaupun di lapis bawah.

Selama ini mereka menggunakan kendaraan pribadi untuk bekerja sehari-hari sehingga pemerintah idealnya membuka kembali opsi bekerja dari rumah atau work from home (WFH) bagi mereka 2-3 hari bagi mereka.  Pemerintah dapat menerapkannya bagi instansi pemerintah maupun perusahaan swasta di kota-kota besar.

Upaya ini dapat mengurangi pengeluaran transportasi keluarga untuk bekerja. Di sisi lain, pemerintah dapat memberikan kembali bantuan kuota internet bagi mereka untuk mendukung sistem bekerja dari rumah.

Beberapa instansi yang memungkinkan, dapat mencontoh sistem bekerja di Badan Riset Inovasi dan Nasional (BRIN) yang mulai menerapkan bekerja dari mana saja alias work from anywhere (WFA). Tentu harus diidentifikasi sektor pekerjaan seperti apa yang dapat melakukan sistem WFA yang kemudian dievaluasi secara reguler. Telah terbukti sistem kerja WFA dapat mengurangi beban biaya transportasi mobil pribadi bagi pegawai senior dan beban biaya kost bagi pegawai junior.

Pemerintah juga mesti mengantisipasi kenaikan harga bahan pokok yang pasti akan terdampak. Produksi pangan di hulu seperti pengolahan lahan, panen, hingga pascapanen saat ini sudah tidak bisa lepas dari penggunaan BBM untuk traktor pembajak dan mesin panen serta penggilingan padi.

Di sisi lain, semua sudah mafhum penyumbang terbesar komponen harga pangan adalah biaya distribusi atau transportasi.

Pemerintah harus menyiapkan transportasi murah untuk bahan pangan seperti semakin menguatkan transportasi laut dan kereta api kargo yang lebih murah.

Pemerintah juga harus memastikan distribusi pangan bebas pungutan liar (pungli) sejak dari pengemasan hingga diterima pedagang kecil. Hanya dengan cara itu efisiensi distribusi pangan dapat terwujud.


Peningkatan Pendapatan

Kedua, level masyarakat atau keluarga yang juga membutuhkan strategi pengetatan pengeluaran sekaligus upaya peningkatan pendapatan.

Keluarga, terutama kalangan menengah lapis bawah, harus berpikir kembali memanfaatkan fasilitas publik (pendidikan, kesehatan, transportasi) untuk kegiatan sehari-hari.

Sebagai contoh, fasilitas pendidikan gratis di sekolah negeri di setiap level dapat dimanfaatkan agar biaya sekolah di swasta dapat digunakan untuk tabungan, investasi, atau kursus tambahan.

Banyak gejala masyarakat menengah lapis bawah yang pendidikan tinggi anaknya terkendala karena biaya pendidikan anak terkuras di level sekolah dasar dan menengah yang membengkak karena memilih di sekolah swasta berbiaya mahal.

Upaya meningkatkan pendapatan juga dapat dilakukan dengan membuka peluang pendapatan dari segala sumber yang tentu harus legal dan halal.

Pencarian sumber pendapatan baru dapat didekati dari hobi, disiplin ilmu yang dikuasai, maupun komunitas sosial.

Pencarian sumber pendapatan baru juga idealnya dilakukan bersama-sama untuk berbagi ide, waktu, serta tentu risiko.

Beberapa perusahaan swasta bahkan mulai memanfaatkan semangat kewirausahaan para pegawainya. Di masa lalu pegawai non-pemasaran dilarang memasarkan produk perusahaan.

Di saat pandemi kebijakan perusahaan justru memfasilitasi pegawai untuk menjual produk perusahaan secara legal. Saat pandemi juga mendorong tren baru bahwa semua pegawai adalah tim pemasaran agar roda perusahaan tetap berjalan.

Tentu kesempatan berwirausaha yang didukung oleh perusahaan membuat pegawai lebih terbuka untuk mendapat peluang dan sumber pendapatan baru secara legal. Upaya perusahaan untuk menopang ekonomi perusahaan dan keluarga itu dapat diteruskan di tengah penyesuaian harga BBM saat ini.

Dengan 2 level siasat itu diharapkan upaya pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat dapat tetap diwujudkan.

*Dr. Destika Cahyana, S.P., M.Sc.
Peneliti BRIN

 

Copyright © ANTARA 2022