Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa untuk menyempurnakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dibutuhkan masukan dari publik dengan disiplin ilmu dan perspektif yang berbeda.

"Hukum pidana itu bukan menara gading. Dia membutuhkan disiplin ilmu lain, dia membutuhkan berbagai perspektif untuk melihat dalam rangka menyempurnakan RUU KUHP," kata Eddy, sapaan akrab Edward, ketika menyampaikan paparan dalam Dialog Publik RUU KUHP, disiarkan di kanal YouTube Kemkominfo TV, dipantau dari Jakarta, Rabu.

Selaras dengan instruksi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, tutur Eddy melanjutkan, penyusunan RKUHP akan lebih banyak mendengarkan publik, lebih banyak menerima masukan, dan melakukan sosialisasi.

"Agar kita semua lebih paham, lebih 'mahfum' dengan KUHP yang menjadi milik kita bersama," ujar Eddy.

Baca juga: Kemenkopolhukam sosialisasikan RKUHP sebelum diundangkan

Baca juga: Wamenkumham: Penyusunan RKUHP akomodasi masukan berbagai pihak


Dalam kesempatan tersebut, Eddy juga mengungkapkan bahwa tantangan terberat bagi tim penyusun RKUHP adalah mencoba mencari titik tengah dan memperkecil perbedaan di antara keanekaragaman usulan, keanekaragaman masukan, maupun keanekaragaman aspirasi mengenai RKUHP.

Salah satu contohnya, ucap dia, adalah ketika mengatur kohabitasi dan perzinahan. Terdapat provinsi yang menyatakan dengan tegas agar kohabitasi dan perzinahan tidak perlu diatur karena masuk ke ranah yang bersifat privat.

Akan tetapi, ketika tim penyusun RKUHP pergi ke Sumatera Barat, tim memperoleh protes karena perzinahan dan kohabitasi merupakan delik aduan karena perbuatan tersebut dianggap melanggar norma agama.

"Jadi, pasal-pasal seperti ini saya selalu mengatakan, diatur salah, tidak diatur lebih salah. Jadi, tidak ada benarnya," ucapnya.

Baca juga: PBNU: Living law tidak sebatas hukum adat tapi kebiasaan keagamaan

Baca juga: Kemenkumham tegaskan RKUHP tidak singgung tindak pidana pers


Oleh karena itu, Eddy mengatakan bahwa menyusun RKUHP dibutuhkan lebih banyak masukan dan aspirasi publik yang dapat menjadi jalan tengah dari keanekaragaman aspirasi di Indonesia.

"Menyusun RKUHP dalam suatu bangsa yang multi etnis, multi religi, dan multi kultur itu bukan suatu hal yang mudah," kata Eddy.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022