Jakarta (ANTARA) - Gelombang panas yang parah dan panjang serta kebakaran hutan yang semakin sering terjadi dapat berujung pada kualitas udara yang lebih buruk lagi, "penalti iklim" tambahan bagi ratusan juta orang, demikian peringatan yang dikeluarkan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) pada Rabu (7/9).

Menurut Buletin Kualitas Udara dan Iklim tahunan yang dirilis WMO pada Rabu, kenaikan frekuensi, intensitas, dan durasi gelombang panas yang telah diantisipasi serta kenaikan terkait jumlah insiden kebakaran hutan pada abad ini berpotensi memperburuk kualitas udara, mengancam kesehatan manusia dan ekosistem.

"Karena pemanasan global, kebakaran hutan dan polusi udara yang ditimbulkannya diperkirakan akan meningkat, bahkan dalam skenario emisi rendah. Selain dampak kesehatan pada manusia, kondisi ini juga akan memengaruhi ekosistem karena polutan mengendap dari atmosfer ke permukaan Bumi," tutur Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas.

"Kita telah melihatnya dalam fenomena gelombang panas di Eropa dan China pada tahun ini ketika kondisi atmosfer tinggi stabil, sinar matahari dan kecepatan angin yang rendah menjadi kondusif bagi level polusi yang tinggi," imbuhnya.
 
   "Ini menjadi gambaran masa depan karena kami memprediksi frekuensi, intensitas, dan durasi gelombang panas semakin meningkat, yang dapat berujung pada kualitas udara yang lebih buruk lagi, sebuah fenomena yang dikenal sebagai 'penalti iklim'," lanjutnya.   Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC), probabilitas terjadinya kebakaran hutan hebat kemungkinan akan meningkat sebesar 40 hingga 60 persen pada akhir abad ini berdasarkan skenario emisi tinggi, dan sebesar 30 hingga 50 persen berdasarkan skenario emisi rendah.

 "Ini menjadi gambaran masa depan karena kami memprediksi frekuensi, intensitas, dan durasi gelombang panas semakin meningkat, yang dapat berujung pada kualitas udara yang lebih buruk lagi, sebuah fenomena yang dikenal sebagai 'penalti iklim'," lanjutnya.   

Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC), probabilitas terjadinya kebakaran hutan hebat kemungkinan akan meningkat sebesar 40 hingga 60 persen pada akhir abad ini berdasarkan skenario emisi tinggi, dan sebesar 30 hingga 50 persen berdasarkan skenario emisi rendah.

"Penalti iklim" ini secara spesifik merujuk pada efek amplifikasi perubahan iklim terhadap produksi ozon di tingkat darat, yang berdampak negatif pada udara yang dihirup manusia. Kawasan dengan proyeksi penalti iklim terkuat, terutama di Asia, adalah rumah bagi kurang lebih seperempat populasi dunia.

Perubahan iklim dapat memperburuk terjadinya polusi ozon permukaan, yang berakibat pada semakin buruknya dampak kesehatan bagi ratusan juta manusia.
 
   Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC), probabilitas terjadinya kebakaran hutan hebat kemungkinan akan meningkat sebesar 40 hingga 60 persen pada akhir abad ini berdasarkan skenario emisi tinggi, dan sebesar 30 hingga 50 persen berdasarkan skenario emisi rendah


Jika emisi gas rumah kaca tetap tinggi dan suhu global naik sebesar tiga derajat Celsius dari level praindustri pada paruh kedua abad ke-21, level ozon permukaan diperkirakan akan meningkat di wilayah-wilayah yang berpolusi tinggi, khususnya di Asia.

Meskipun sebagian besar peningkatan ozon akan disebabkan oleh peningkatan emisi dari pembakaran bahan bakar fosil, kira-kira seperlima dari peningkatan ini akan disebabkan oleh perubahan iklim, yang kemungkinan besar ditunjukkan melalui peningkatan gelombang panas, yang kemudian memperparah polusi udara.

Akibatnya, gelombang panas, yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim, kemungkinan besar akan terus menyebabkan penurunan kualitas udara, kata IPCC. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2022