Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin memanggil delapan saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida APBD Tahun Anggaran 2016-2017 pada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Hari ini, pemeriksaan saksi untuk tersangka EW (Edy Wahyudi). Pemeriksaan dilakukan di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DIY," ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.

Tersangka EW merupakan Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK).

Mereka yang dipanggil, yaitu Mochamad Amin Agustyono selaku wirausaha (pedagang/network marketing), Nugroho Wuri Sayekti selaku wiraswasta, Yatmin selaku wiraswasta/Komisaris PT Bayanaka Cipta Arta, Thomas Hartono sebagai koordinator proyek PT Duta Mas Indah.

Baca juga: KPK dalami dasar hukum hingga prosedur penerimaan mahasiswa baru

Berikutnya, pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) Raden Purnama, PNS pada Balai Pemuda dan Olahraga DIY Sundari, pimpinan proyek pembangunan Stadion Mandala Krida 2014-2015 Toto Birowo, dan Hendi Hidayat selaku Direktur CV Alam Raya Utama Sejahtera.

Selain EW, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Heri Sukamto (HS) selaku Direktur Utama PT Permata Nirwana Nusantara (PNN) dan Direktur PT Duta Mas Indah (DMI) dan Sugiharto (SGH) selaku Direktur Utama (Dirut) PT Arsigraphi (AG).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY di tahun 2012 mengusulkan proyek renovasi Stadion Mandala Krida. Usulan tersebut disetujui dan anggarannya dimasukkan dalam alokasi anggaran BPO untuk program peningkatan sarana dan prasarana olahraga.

Kemudian, EW diduga secara sepihak menunjuk langsung PT AG dengan SGH selaku dirut untuk menyusun tahapan perencanaan pengadaan, yang salah satunya terkait nilai anggaran proyek renovasi Stadion Mandala Krida.

Dari hasil penyusunan anggaran di tahap perencanaan yang disusun SGH tersebut, KPK mengungkapkan dibutuhkan anggaran senilai Rp135 miliar untuk lima tahun. KPK menduga ada beberapa nilai jenis pekerjaan yang nilainya di-"mark up" dan langsung disetujui EW tanpa melakukan kajian terlebih dulu.

Khusus di tahun 2016, disiapkan anggaran senilai Rp41,8 miliar dan di tahun 2017 disiapkan anggaran senilai Rp45,4 miliar.

Salah satu jenis pekerjaan dalam proyek pengadaan tersebut antara lain penggunaan dan pemasangan bahan penutup atap stadion, yang diduga menggunakan merek dan perusahaan yang ditentukan sepihak oleh EW.

Dalam pengadaan di tahun 2016 yang berlanjut di tahun 2017, KPK menduga HS bertemu dengan beberapa anggota panitia lelang dan meminta agar bisa dibantu dan dimenangkan dalam proses lelang.

Selanjutnya, anggota panitia lelang menyampaikan keinginan HS tersebut pada EW dan diduga langsung disetujui untuk dimenangkan tanpa evaluasi penelitian kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang.

Selain itu, saat proses pelaksanaan pekerjaan, beberapa pekerja diduga tidak memiliki sertifikat keahlian dan tidak termasuk pegawai resmi dari PT DMI.

Akibat perbuatan para tersangka tersebut, KPK menduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp31,7 miliar.

Baca juga: KPK panggil lima saksi kasus suap bantuan keuangan Provinsi Jatim
Baca juga: Kemarin, BNPT bahas terorisme hingga korban KS di Alor bertambah
Baca juga: Ketua DPRD Bogor bantah kolaborasi dengan petugas KPK soal Ade Yasin

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022