Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengingatkan keberadaan Proyek Kilang Gas Alam Cair (LNG) Blok Masela di Pulau Nustual, Lermatang, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, harus terus memperhatikan masyarakat sekitar yang terdampak.

Penyelesaian persoalan pengadaan tanah Blok Masela tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan legalitas, tetapi pelaksana proyek juga harus melihat kondisi lapangan agar tidak memunculkan konflik berkepanjangan di masa mendatang, kata Moeldoko saat memimpin rapat bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta SKK Migas di Jakarta, Selasa.

"Kalau kaku dengan aturan, harus ini dan itu, terus masyarakat tetap tidak mau; kita bisa apa? Ini malah akan menimbulkan penolakan dan konflik berkepanjangan," katanya dalam rapat tindak lanjut mediasi pengadaan tanah proyek Masela di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa.

Dia meminta jajaran Kementerian ESDM dan SKK Migas melihat realitas di lapangan dan memperhitungkan risiko dan biaya sosial dengan cermat.

"Jadi, selain legalitas, kita juga harus melihat realitas di lapangan. Semua harus diperhitungkan betul risiko dan biaya sosialnya," tambahnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Pemerintah bentuk konsorsium caplok saham Shell di Blok Masela

Rapat tersebut digelar untuk menindaklanjuti aduan masyarakat Nustual ke Kantor Staf Presiden (KSP) pada 16 Juni 2022.

Dalam aduannya, masyarakat menyatakan keberatan dengan penentuan harga ganti rugi lahan untuk pembangunan pelabuhan kilang gas alam lapangan Abadi Masela, yakni sebesar Rp14.000 per meter persegi; sedangkan luas lahan mencapai 29 hektare.

Sebelumnya, masyarakat sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Saumlaki yang menetapkan bahwa harga ganti rugi tanah sebesar Rp172.000 per meter persegi.

Namun, putusan itu kembali digugat oleh pihak operator, yakni Inpex Corporation, lewat pengajuan banding di tingkat Mahkamah Agung (MA). Putusan MA itu kemudian membatalkan putusan PN Saumlaki dan menetapkan harga ganti rugi kembali menjadi Rp14.000 per meter persegi.

Menurut Moeldoko, masyarakat Nustual pada dasarnya telah menerima putusan MA, tetapi mereka tetap menginginkan adanya tambahan kompensasi atas tanah mereka sebesar Rp150.000.

"Tuntutan ini yang harus benar-benar diperhitungkan, apakah sesuai dengan kelancaran pelaksanaan proyek atau tidak," jelasnya.

Baca juga: Inpex lakukan survei lanjutan lengkapi dokumen Amdal Blok Masela

Dia juga meminta agar pemanfaatan Kilang LNG Blok Masela dapat berjalan sesuai target dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat terdampak secara adil dan layak.

"Jangan sampai terjadi konflik sosial yang berdampak buruk bagi pemangku kepentingan yang punya itikad baik untuk mendukung proyek ini," ujarnya.

Proyek Kilang LNG Blok Masela merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang bernilai 19,8 miliar dolar AS (sekira Rp285 triliun) dan ditargetkan mulai berproduksi pada 2027.

Blok Masela berpotensi memproduksi gas 1.600 juta standar kubik per hari (MMSCFD) atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun, gas pipa 150 MMSCFD, dan 35 ribu barel minyak per hari.

Baca juga: Pulau Nustual resmi jadi lokasi pembangunan Kilang Gas Blok Masela

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022