Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa Indonesia telah mengantongi sejumlah prestasi lewat konservasi dalam melestarikan beberapa jenis satwa liar.

“Pemerintah Indonesia secara regional dan global telah melakukan upaya besar untuk menjawab tantangan dalam melestarikan satwa liar di bumi,” kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong dalam International Conference on Wildlife Conservation di Jakarta, Selasa.

Alue menyebutkan terdapat sejumlah implementasi semangat membalikkan hilangnya keanekaragaman hayati, di antaranya sudah 335.047 individu satwa liar dari berbagai taksa ke habitat aslinya, sebagai wujud keseriusan meningkatkan populasi dan variasi genetik di alam terbuka.

Kemudian Indonesia telah melakukan penangkaran ex-situ jalak bali (leucopsar rothschildi) dengan melibatkan berbagai pihak. Hal lain yang dilakukan yakni pelepasliaran (reintroduksi) jalak bali secara masif ke alam bebas, sehingga populasinya meningkat dari 15 ekor pada tahun 2000 kini menjadi 452 pada 2022 di Taman Nasional Bali Barat.

Satwa liar lain yang telah dilepasliarkan ke alam bebas yaitu harimau sumatera (panthera tigris sumatrae).

Baca juga: KLHK-Republik Ceko kerja sama dorong perlindungan satwa liar

Keberhasilan lainnya yakni melakukan penangkaran badak sumatera (dicerorhinus sumatrensis) secara in situ di Suaka Badak Sumatera Taman Nasional Way Kambas. Lewat program ini, tiga ekor anak badak baru telah lahir dan diharapkan kelahiran akan terus terjadi setiap tahunnya.

Selain itu, Indonesia juga sukses melakukan teknologi inseminasi buatan kepada populasi satwa liar, dengan memasukkan sperma dari jantan ke dalam saluran reproduksi betina dengan bantuan manusia.

“Itu untuk menghindari depresi genetik dari populasi yang terfragmentasi atau populasi kecil seperti banteng (bos javanicus) di Taman Nasional Baluran dan Badak Sumatera di Taman Nasional Way Kambas,” kata Alue.

Hal lain yang dilakukan melalui pemanfaatan teknologi yakni pencegahan konflik satwa liar seperti gajah sumatera (elephas maximus sumatrensis) dengan manusia melalui teknologi GPS collar serta pemasangan radio telemetri pada orangutan (pongo pygmaeus dan pongo abelii) sebagai monitoring pascapelepasliaran dilakukan.

Baca juga: RI dan Norwegia kerja sama dukung implementasi FoLU Net Sink 2030

Alue menekankan bahwa jika konservasi satwa liar dilakukan dengan mengacu pada prinsip world conservation strategy dalam melestarikan spesies liar dan habitatnya diharapkan dapat membalikkan status terancam suatu spesies dan memperbaiki habitat untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya spesies.

“Bersama-sama, kita dapat memainkan kontribusi yang lebih berdampak untuk memastikan keberlanjutan spesies dan konservasi ekosistem,” ujar Alue.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup Republik Ceko Eva Volfova menambahkan, diselenggarakannya International Conference on Wildlife Conservation merupakan bentuk dukungan atas komitmen pelaksanaan Konvensi Keragaman Hayati PBB, khususnya dalam mempromosikan kerja sama internasional, regional, dan global dalam konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan komponen-komponennya secara berkelanjutan.

Menurut dia, kerja sama yang terjalin dalam konferensi konservasi satwa liar itu, juga sejalan dengan Post 2020 Global Biodiversity Framework dan implementasi EU Strategy for Cooperation di area Indo-Pasifik.

Baca juga: Gakkum KLHK perkuat pengawasan di Kawasan Taman Nasional Komodo

“Kami mendapat kehormatan berkat kerja sama dengan Indonesia dan dukungan dari Komisi Eropa, untuk membahas topik yang lebih detail dan tepat di kawasan yang merupakan rumah alami dari banyak spesies yang terancam punah,” ujar Eva.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022