"Pendidikan agama sering kali dimaknai sebagai faktor pemisah."
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti mendorong konsep pendidikan agama Islam (PAI) pluralistis di Tanah Air untuk menjaga kemajemukan bangsa Indonesia.

Dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis, dia menilai pendidikan agama Islam pluralistis diperlukan karena pendidikan agama merupakan salah satu faktor penting pemersatu bangsa.

"Kita perlu berpikir strategis dan sistematis, bagaimana memelihara pluralitas atau kemajemukan, melalui pendidikan agama. Pendidikan agama sering kali dimaknai sebagai faktor pemisah. Namun, dalam banyak kasus, pendidikan agama justru bisa menjadi faktor pemersatu," kata Abdul Mu'ti.

Dia menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara secara virtual pada konferensi internasional bertema "Kebebasan Beragama, Supremasi Hukum, dan Literasi Keagamaan Lintas Budaya" yang diselenggarakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Institut Leimena, Rabu malam (14/9).

Mu'ti mengatakan pendidikan agama Islam pluralistis mengembangkan tiga konsep penting dalam pendidikan, yakni mindful education, pendidikan inklusif, dan pendidikan yang membuka ruang dialog baik secara tekstual maupun relasi personal.

Mindful education ialah pendidikan yang mengakui eksistensi setiap orang, termasuk pilihannya dalam beragama. Sementara terkait pendidikan inklusif, menurut Mu’ti, layanan pendidikan agama perlu disediakan kepada setiap siswa pemeluk agama, meskipun mereka memeluk agama di luar enam agama resmi di Indonesia.

Baca juga: Muhammadiyah pandang perlu antisipasi dampak psikologis-politis PMK

"Menurut saya, beragama tidak bisa dikuantifikasikan berapa jumlah siswa, sehingga menjadi syarat administratif diselenggarakannya pendidikan agama. Kita harus bisa memberikan layanan pendidikan agama yang inklusif bagi semua peserta didik dari agama apa pun," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Wahid Foundation Mujtaba Hamdi menilai Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk menjadi negara sesuai filosofi Pancasila.

Menurut Mutjaba, perlu ada perbaikan dalam sektor pendidikan dari sisi sistem, aktor yang meliputi guru dan siswa, serta pembudayaan toleransi di kelas.

Selain Mu'ti dan Mujtaba, konferensi internasional itu juga dihadiri antara lain Staf Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi Kemenkumham Iwan Kurniawan dan Senior Fellow Institut Leimena Maruarar Siahaan.

Baca juga: Abdul Mu'ti nilai langkah Bareskrim usut ACT sudah tepat

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022