Harga minyak mentah berada di bawah tekanan karena kekhawatiran pengetatan bank sentral yang agresif mendorong kekhawatiran akan melemahnya ekonomi global dengan cepat
Singapura (ANTARA) - Harga minyak sedikit berubah di awal perdagangan Asia pada Selasa, setelah naik pada sesi sebelumnya di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga di Amerika Serikat untuk menjinakkan inflasi akan mengekang pertumbuhan ekonomi dan permintaan bahan bakar di konsumen minyak mentah terbesar dunia itu.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November tergelincir 7 sen atau 0,1 persen, menjadi diperdagangkan di 91,93 dolar AS per barel pada pukul 01.36 GMT.

Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Oktober merosot 14 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 85,59 dolar AS per barel, Kontrak Oktober akan berakhir pada Selasa dan kontrak November yang lebih aktif turun 16 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 85,20 dolar AS per barel.

Dolar naik terhadap mata uang utama lainnya pada Senin (19/9) menjelang serangkaian pertemuan bank-bank sentral minggu ini yang dipimpin oleh Federal Reserve AS, yang kemungkinan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin lagi untuk mengatasi inflasi.

Greenback yang lebih kuat membuat komoditas berdenominasi dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

"Harga minyak mentah berada di bawah tekanan karena kekhawatiran pengetatan bank sentral yang agresif mendorong kekhawatiran akan melemahnya ekonomi global dengan cepat," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, dalam sebuah catatan.

"Ekonomi global melambat dan itu mengganggu prospek permintaan minyak mentah."

Stok minyak mentah AS diperkirakan telah meningkat minggu lalu sekitar 2 juta barel dalam seminggu hingga 16 September, jajak pendapat awal Reuters menunjukkan pada Senin (19/9).

Departemen Energi AS akan menjual hingga 10 juta barel minyak dari Cadangan Minyak Strategis (SPR) untuk pengiriman November, memperpanjang waktu rencana untuk menjual 180 juta barel dari persediaan untuk menjinakkan harga bahan bakar.

Kebuntuan atas kebangkitan kembali kesepakatan nuklir Iran terus membuat ekspor negara itu tidak sepenuhnya kembali ke pasar, yang memberikan beberapa dukungan terhadap harga.

Rusia mengatakan pada Senin (19/9) bahwa masalah yang belum terselesaikan tetap dalam negosiasi, sementara menteri luar negeri Prancis mengatakan bahwa terserah kepada Teheran untuk membuat keputusan karena jendela untuk menemukan solusi ditutup.

Namun, tanda-tanda bahwa produsen-produsen utama tidak dapat memenuhi kuota produksi mereka gagal mendorong harga jauh lebih tinggi pada Senin (19/9).

Sebuah dokumen internal dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, menunjukkan bahwa kelompok itu gagal mencapai target produksi minyaknya sebesar 3,583 juta barel per hari (bph) pada Agustus. Pada Juli, OPEC+ meleset dari targetnya sebesar 2,892 juta barel per hari.

Analis ANZ Research menunjuk pada pencabutan penguncian seluruh kota di Chengdu dan Dalian China pada Senin (19/9) sebagai potensi untuk pemulihan yang lebih kuat dalam pertumbuhan permintaan minyak di konsumen minyak terbesar kedua di dunia itu.

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022