UU PDP, menandai era baru dalam tata kelola data pribadi
Jakarta (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyampaikan bahwa Lembaga Perlindungan Data Pribadi (PDP) berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

"Secara spesifik terkait lembaga PDP sesuai Pasal 58 sampai dengan 60 Undang-Undang PDP yang baru disahkan tadi, lembaga tersebut berada di bawah lembaga Presiden, dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagai pengejawantahan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia, " ujar Johnny di Jakarta, Selasa.

Pembentukan Lembaga PDP merupakan salah satu hal yang diatur dalam UU PDP. Adapun Undang-Undang tersebut terdiri dari 16 Bab dan 76 Pasal.

Johnny mengatakan lembaga tersebut akan melaksanakan sejumlah tugas, di antaranya perumusan dan penetapan kebijakan serta strategi PDP, pengawasan penyelenggaraan PDP, penegakan hukum administratif terhadap pelanggaran UU PDP, dan memfasilitasi penyelesaian sengketa di luar pengadilan terkait PDP.

Johnny mengatakan terdapat dua jenis sanksi bagi pelanggar UU PDP, pertama sanksi administratif yang tertuang dalam pasal 57 UU PDP, berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi, dan atau denda administratif paling tinggi dua persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.

"Sanksi tersebut dikenakan bagi Pengendali atau Pemroses Data Pribadi jika melanggar ketentuan UU PDP, di antaranya tidak memproses data pribadi sesuai tujuannya dan tidak mencegah akses data tidak sah," kata Johnny.

Kedua, ketentuan pidana dalam pasal 67 sampai dengan 73 UU PDP, berupa pidana denda maksimal Rp4 miliar hingga Rp6 miliar dan pidana penjara maksimal empat hingga enam tahun.

Pidana akan dikenakan bagi orang perseorangan atau korporasi yang melakukan perbuatan terlarang, di antaranya mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya, dan memalsukan data pribadi untuk keuntungan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Pasal 69 turut mengatur pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian.

Dalam pasal 70 UU PDP, terdapat pengenaan pidana denda 10 kali lipat dari yang pidana asli beserta penjatuhan pidana tambahan tertentu lainnya jika tindak pidana dilakukan oleh korporasi.

Denda dan sanksi atas pemanfaatan data pribadi secara ilegal atau melanggar hukum yaitu memalsukan data pribadi dipidana 6 tahun dan atau denda Rp60 Miliar. Menjual atau membeli data pribadi dipidana 5 tahun atau denda Rp50 Miliar.

Pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan atau harta kekayaan pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi sampai dengan pembubaran korporasi.

Johnny mengatakan UU PDP merupakan langkah awal dan pekerjaan panjang untuk menghadirkan perlindungan data pribadi yang semakin baik di Indonesia.

"Kami mendorong partisipasi seluruh elemen masyarakat, seluruh instansi pemerintahan sampai aparat penegak hukum untuk menyukseskan implementasi UU PDP, menandai era baru dalam tata kelola data pribadi di Indonesia, dan menghadirkan ruang digital yang aman di Indonesia," ucap dia.

Baca juga: Rapat Paripurna DPR sahkan RUU PDP menjadi undang-undang

Baca juga: Menkominfo: UU PDP era baru tata kelola data pribadi di Indonesia

Baca juga: Ketua DPR: RUU PDP disahkan Selasa 20 September 2022

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022