"Salah satu proses pembangunan hukum yang sementara dilaksanakan pemerintah khususnya di bidang hukum pidana adalah melakukan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," ujar Bambang pada dialog publik RUU KUHP di Manado, Rabu.
Manado (ANTARA) - Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bambang Gunawan mengatakan perwujudan negara hukum yang berlandaskan Pancasila memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif dan dinamis melalui upaya pembangunan hukum.

"Salah satu proses pembangunan hukum yang sementara dilaksanakan pemerintah khususnya di bidang hukum pidana adalah melakukan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," ujar Bambang pada dialog publik RUU KUHP di Manado, Rabu.

Upaya pemerintah merevisi dan menyusun sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk mengganti KUHP lama sebagai produk hukum zaman pemerintahan kolonial perlu segera dilakukan sesuai dengan dinamika masyarakat.

Pemerintah mulai merancang RKUHP sejak 1970, namun upaya agar RKUHP tersebut diserahkan kepada DPR dan dibahas tidak kunjung terwujud.

Pada 2004, tim baru pembuatan RKUHP dibentuk selanjutnya lalu diserahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat itu kepada DPR untuk dibahas.

Delapan tahun kemudian atau pada 2012 DPR periode 2014-2019 kemudian menyepakati draf RKUHP dalam pengambilan keputusan tingkat pertama namun timbul berbagai reaksi, gelombang protes terhadap sejumlah pasal dalam RKUHP tersebut.

"Pada bulan September 2019, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda pengesahan RKUHP dan memerintahkan peninjauan kembali pasal-pasal yang bermasalah," jelasnya.

Anggota DPR kemudian secara resmi kembali melanjutkan pembahasan RKUHP pada bulan april 2020, pembahasan pun terus bergulir hingga saat ini.

Dalam proses pembahasan terkini, ada beberapa pasal RKUHP yang menimbulkan kontroversi, perdebatan dan polemik di masyarakat.

Contohnya, terkait dengan penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, penghinaan terhadap pemerintah serta larangan penghasutan untuk melawan penguasa umum.

Sementara pasal-pasal kontroversi lainnya yang masih dikaji lebih mendalam yaitu persoalan hukum yang hidup di dalam masyarakat, pidana mati penodaan agama dan penghinaan yang menyerang harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Terakhir, masalah kejahatan kesusilaan yang mencakup beberapa permasalahan yang cukup mengundang kontroversi di antaranya aborsi, pencabulan, perzinahan, perselingkuhan dan poligami.

"Pemerintah sudah menyerahkan draft terbaru RUU KUHP ke Komisi III DPR RI seusai rapat kerja dengan Komisi III terkait penyerahan penjelasan 14 poin krusial dari pemerintah tanggal 6 Juli 2022. Komisi III dalam hal ini fraksi-fraksi akan melihat kembali penyempurnaan naskah dari pemerintah," katanya.

Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas terkait RKUHP tanggal 2 Agustus 2022 serta rakor Menkopolhukam 12 Agustus 22, Kemenkominfo bekerja sama dengan Kemenkopolhukam dan Kemenkumham telah menyelenggarakan acara Kick Off dialog publik RKHUP di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2022.

Hal ini memberikan pemahaman kepada masyarakat serta membuka ruang dialog untuk menghimpun masukan terhadap RKUHP, sekaligus menjadi pembuka bagi rangkaian acara dialog publik RKUHP di 11 kota lainnya di Indonesia.

"Diharapkan dialog interaktif nantinya dengan para narasumber ada berbagai masukan dari elemen masyarakat tentunya konstruktif bisa menjadi bagian dari penyempurnaan RKUHP baru ini," harap Bambang.

Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022