New York (ANTARA) - Dolar AS menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya mendekati level tertinggi dua dekade pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena investor bersiap untuk kenaikan suku bunga agresif lainnya dari Federal Reserve, fokus utama dalam seminggu yang penuh dengan pertemuan bank-bank sentral.

The Fed memulai pertemuan dua hari pada Selasa (21/9/2022), dengan pedagang berjangka menilai peluang 83 persen untuk kenaikan suku bunga 75 basis poin dan probabilitas 17 persen untuk pengetatan 100 basis poin.

Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, berada di jalur untuk kenaikan mingguan kelima dalam enam pekan dan terakhir naik 0,5 persen pada 110,10, tepat di bawah tertinggi lebih dari 20 tahun di 110,79 yang disentuh awal bulan ini.

Sejauh tahun ini, dolar telah melonjak sekitar 15 persen, dengan kecepatan persentase kenaikan tahunan terbesar dalam 41 tahun.

Baca juga: Dolar menguat di sesi Asia, bersiap kenaikan bunga Fed yang besar

"Sulit untuk melihat puncak dolar saat ini. Kekuatan jangka pendek mendorong permintaan dolar: kombinasi dari sentimen risiko yang lemah, kekhawatiran resesi global, Fed yang hawkish, dan perang di Ukraina," kata Vassili Serebriakov, ahli strategi valas di UBS di New York.

"Dolar akan berubah lebih rendah begitu inflasi AS mencapai puncaknya dan ekonomi global turun, tetapi kita belum sampai di sana," tambahnya.

Juga pada Selasa (20/9/2022), bank sentral Swedia menaikkan suku bunga dengan persentase poin penuh. Kenaikan suku bunga oleh Riksbank lebih besar dari yang diperkirakan para analis, menyebabkan mata uang krona Swedia melonjak sebentar terhadap euro dan dolar.

Tapi krona gagal untuk mempertahankan kekuatan itu. Euro memperpanjang kenaikan baru-baru ini, naik ke puncak baru enam bulan di 10,8808 krona. Euro terakhir naik 0,6 persen pada 10,8630 krona. Dolar juga naik 0,6 persen menjadi 10,8994 krona.

"Di satu sisi, ini adalah upaya Riksbank untuk mengangkat krona, tetapi gagal, dan itu tidak mengejutkan," kata Francesco Pesole, ahli strategi mata uang di ING.

Dia mengatakan hubungan antara mata uang Eropa dan kebijakan bank sentral telah rusak karena pasar semakin memperdagangkan energi dan prospek pertumbuhan Eropa sebagai gantinya.

Baca juga: Dolar menguat, pasar perkirakan kenaikan bunga The Fed yang besar

Memberikan dukungan tambahan terhadap dolar, imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang sensitif terhadap ekspektasi kebijakan suku bunga, naik setinggi 3,992 persen, tertinggi sejak November 2007.

Euro turun 0,6 persen menjadi 0,9966 dolar, setelah turun ke level 0,9864 dolar pada 6 September untuk pertama kalinya dalam dua dekade.

Mata uang tunggal Eropa gagal mendapatkan dorongan bahkan setelah Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengatakan bank mungkin perlu menaikkan suku ke tingkat yang membatasi pertumbuhan ekonomi untuk mendinginkan permintaan dan memerangi inflasi yang sangat tinggi.

Sterling juga terpukul turun 0,5 persen menjadi 1,1385 dolar.

Bank Sentral Inggris (BOE) akan memutuskan kebijakan suku bunga pada Kamis (22/9/2022), dan investor terbagi atas apakah kenaikan 50 atau 75 basis poin akan segera dilakukan.

Bank Sentral Jepang (BOJ) juga bertemu minggu ini tetapi secara luas diperkirakan akan mempertahankan pengaturan stimulus ultra-longgar tidak berubah - termasuk menyematkan imbal hasil 10-tahun mendekati nol - untuk mendukung pemulihan ekonomi yang rapuh.

Yen telah merosot tahun ini karena kebijakan moneter ultra-longgar dan dolar terakhir naik 0,4 persen terhadap mata uang Jepang di 143,78, melanjutkan konsolidasi selama seminggu setelah naik setinggi 144,99 pada 7 September untuk pertama kalinya dalam 24 tahun.

Mata uang Jepang telah jatuh hampir 20 persen terhadap dolar sejauh ini pada tahun 2022.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022