Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan AB Lapian merupakan tokoh penting dalam pengembangan pengetahuan dan pemberdayaan komunitas maritim melalui dedikasinya empat dekade menjadi peneliti.

"Kita sudah sewajarnya sebagai penerus Lapian memberikan apresiasi, memberikan komitmen, untuk terus mengembangkan apa yang telah beliau semai selama karir akademis," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam sebuah acara bertajuk AB Lapian Memorial Lecture yang dipantau di Jakarta, Jumat.

Pada 23 September 2022, bertepatan dengan Hari Maritim Nasional, BRIN memperingati jasa dan mengenang AB Lapian sebagai nakhoda kajian maritim nasional. Julukan itu tidak hanya dalam lingkup Indonesia, tetapi juga kawasan Asia Tenggara.

Baca juga: Presiden Jokowi ingin pulihkan Indonesia sebagai bangsa maritim

Sebutan itu bukan sekedar gelar, karena Lapian telah membangun fondasi kajian maritim. Hasil karya Lapian tidak hanya karya ilmiah yang ia buat bersama murid-muridnya, tetapi juga berkontribusi pada kebijakan, advokasi, dan aksi-aksi di bidang kemaritiman Indonesia.

"Lapian memiliki perhatian yang sangat dalam terhadap sejarah maritim di Indonesia dan ini tampak pada karya utama beliau sepanjang karirnya," kata Handoko.

Beberapa karya besar yang sejalan dengan karir Lapian, di antaranya skripsi mengenai jalan perdagangan maritim ke Maluku awal abad ke-16, disertasi mengenai bajak laut raja laut, sejarah kawasan laut Sulawesi abad ke-19, serta naskah orasinya saat menjadi guru besar dengan judul Sejarah Nusantara Sejarah Bahari.

Selain melengkapi isu maritim pada kajian sejarah yang sebelumnya bernuansa darat, perspektif yang Lapian kembangkan pada disertasi dan banyak tulisannya juga berkontribusi pada perhatian terhadap orang-orang yang seringkali dianggap marginal, baik pada realitas masa lalu maupun dalam kajian sejarah.

"Dua hal inilah yang benar-benar menjadi kompas dari kajian maritim yang dikembangkan di bawah nakhoda beliau," terang Handoko.

Karir Lapian sebagai nakhoda maritim dikembangkan dalam dua ranah kelembagaan, baik perguruan tinggi maupun lembaga penelitian, karena Lapian menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi pada saat itu.

Ia tidak hanya mengajar sejarah maritim, tetapi sudah mencetak banyak sarjana dengan kajian maritim dari berbagai level baik S1, S2, maupun S3.

Handoko mengungkapkan bahwa Lapian juga seorang peneliti di Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI pada periode 1957-1994.

Pada Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI pada 1990-an, Lapian mendirikan Kelompok Studi Masyarakat Maritim yang sekarang menjadi Kelompok Kajian Masyarakat Maritim di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN.

Baca juga: Luhut: Indonesia negara maritim jika mampu kuasai lautan

Baca juga: Hari Maritim Nasional, Luhut optimis RI pusat peradaban maritim dunia


Lapian juga menjadi Kepala Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI yang pertama. Selain mengembangkan kajian sejarah di LIPI dan perguruan tinggi, ia juga memimpin riset yang bersifat multi-disiplin pada kelompok studi masyarakat maritim yang melibatkan peneliti-peneliti dari sosiologi, antropologi, dan ilmu lingkungan.

Dengan demikian, kajiannya juga melebar pada isu-isu yang lebih luas, seperti hak ulayat laut, pengelolaan pesisir berbasis komunitas, serta tradisi dan lain sebagainya.

"Melalui kelompok studi masyarakat maritim, kita bisa melihat bahwa perhatian beliau tidak hanya untuk mengkaji, tetapi juga membantu secara riil komunitas maritim, seperti orang Bajo, masyarakat pesisir, dan para nelayan. Kontribusi beliau mendapatkan sambutan dan apresiasi dari banyak pihak. Pemikirannya banyak diikuti dan dikembangkan, tidak hanya oleh murid-muridnya, tetapi mereka yang bekerja terkait isu maritim di Tanah Air," imbuhnya.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022