Memalukan… jika bajingan-bajingan ini tak mau menyetujuinya di parlemen
Seoul (ANTARA) - Sejumlah kesalahan dan kontroversi membayangi kunjungan pertama Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di luar negeri, bahkan menuai kritik anggota parlemen dari partainya sendiri.

Yoon pekan ini menghadiri pemakaman Ratu Elizabeth di London dan terbang ke New York untuk mengikuti Sidang Majelis Umum PBB, sebelum tiba di Kanada pada Kamis.

Dalam salah satu insiden yang kontroversial, Yoon kedapatan mengumpat di depan pengeras suara saat dia meninggalkan sebuah acara di New York, Rabu, setelah bercakap singkat dengan Presiden AS Joe Biden.

"Memalukan… jika bajingan-bajingan ini tak mau menyetujuinya di parlemen," kata Yoon kepada Menteri Luar Negeri Park Jin dalam sebuah video yang disiarkan stasiun-stasiun TV Korsel dan menjadi viral di media sosial.

Baca juga: Pemerintah baru Korsel pertimbangkan bergabung dengan pakta ekonomi AS

Para anggota parlemen oposisi menuduh Yoon menghina Biden dan mempermalukan Korsel karena media awalnya mengutip Yoon bahwa Biden akan dipermalukan jika Kongres AS tidak mengesahkan rancangan undang-undang terkait pendanaan sebuah prakarsa global.

Sekretaris pers Yoon, Kim Eun-hye, menolak tuduhan itu. Dia mengatakan bahwa Yoon merujuk ke parlemen Korsel tanpa menyebut Biden.

Reuters tidak bisa memverifikasi secara independen apa sebenarnya yang diucapkan oleh Yoon.

Komentar Yoon yang kasar menuai kecaman dari rekan-rekan partainya sendiri di parlemen, di mana sang ketua fraksi menyebut komentar itu "sangat disesalkan".

Para pejabat sebelumnya berharap kunjungan itu akan menjadi kesempatan bagi Yoon untuk menunjukkan visi tentang "situasi global sangat penting", mencegah uji senjata Korea Utara dan mengatasi berbagai masalah penting lainnya, termasuk soal subsidi AS bagi kendaraan listrik (EV).

Para anggota parlemen oposisi juga menuduh Yoon "merendahkan martabat bangsa" karena batal memberikan penghormatan terakhir kepada Ratu Elizabeth di London lantaran terjebak macet.

Lalu lintas di London sangat dikendalikan secara ketat ketika para pelayat berbaris dalam antrean panjang untuk melihat peti jenazah sang ratu. Sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron, tiba di sana dengan berjalan kaki.

Mereka juga mengkritik Yoon karena batal melakukan pertemuan dengan Biden dan PM Jepang Fumio Kishida, menyebut kunjungan kenegaraannya sebagai "bencana diplomatik".

Yoon dan Biden telah merencanakan pembicaraan informal di New York, tetapi berakhir dengan percakapan singkat 48 detik di acara Global Fund.

Kantor Yoon mengatakan bahwa itu adalah "Rencana B" karena ada perubahan jadwal dari pihak Biden, dan bahwa mereka juga bertemu di London ketika Yoon mengangkat isu subsidi EV.

Sebelumnya, muncul kontroversi setelah media Jepang melaporkan bahwa Kishida mempertimbangkan untuk membatalkan pertemuan dengan Yoon.

Seorang pejabat di kantor Yoon mengatakan ada "perbedaan pendapat" tentang pengumuman waktu pertemuan. Tokyo tampaknya "berhati-hati" karena kedua pihak sedang berusaha untuk meredakan hubungan mereka yang tegang.

Kontroversi diplomatik bisa menambah kesulitan bagi Yoon untuk meraih dukungan dari oposisi, yang menguasai suara mayoritas di parlemen, untuk mengesahkan undang-undang atau mendukung kebijakannya.

Tingkat dukungan bagi Yoon turun ke angka 28 persen dari 33 persen pekan lalu dalam sebuah survei yang dirilis oleh Gallup pada Jumat.

Sumber: Reuters

Baca juga: Mencermati arah perubahan politik luar negeri Korea Selatan
Baca juga: Biden dan Yoon bertemu di tengah kekhawatiran tentangKorut

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022