Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis dewasa Nirmala Ika Kusumaningrum, M.Psi., Psikolog menganjurkan agar pekerja tetap meluangkan waktu untuk diri sendiri sehingga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan (work-life balance) dapat terwujud.

Nirmala mengatakan kehidupan pribadi dan pekerjaan seseorang harus seimbang. Dengan begitu, kelelahan fisik, mental, dan emosional atau burnout setidaknya dapat terhindar.

“Mulailah latih diri, minimal dalam satu hari punya waktu untuk diri sendiri. Kalau sibuk,  mulailah dengan 30 menit saja, kalau bisa syukur-syukur satu jam. Tapi, itu rutin dilakukan. Itu menjadi sebuah habit bahwa seseorang pasti punya waktu untuk dirinya,” kata psikolog lulusan Universitas Indonesia (UI) itu saat dihubungi ANTARA di Jakarta pada Jumat.

Ia mengatakan setiap individu punya cara yang berbeda-beda untuk menyeimbangkan hidupnya. Namun,hal tersebut harus dimulai dengan mengenali diri sendiri terlebih dahulu.

Baca juga: Perubahan perilaku saat pandemi tantangan terapkan gaya hidup sehat

Baca juga: Tips hidup seimbang versi orang-orang terkaya di dunia


Pekerja dianjurkan untuk mengambil hari libur dalam sepekan. Jika memang tidak memungkinkan karena tuntutan pekerjaan, Nirmala menyarankan setidaknya meluangkan waktu untuk diri sendiri minimal 30 menit dalam sehari dan dilakukan secara rutin.

Waktu untuk diri sendiri bukan ditafsirkan sebagai kesempatan untuk tidur. Menurut Nirmala, waktu untuk diri sendiri berarti melakukan aktivitas ringan yang disukai yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

“Atau sekadar cuma duduk-duduk, bengong. Kasih kesempatan diri kamu untuk bisa menikmati bengong itu dan tidak melakukan apapun, tapi kamu menikmatinya. Atau ada orang yang memang harus bergerak, bisa pakai waktu itu untuk olahraga rutin untuk jadi kebiasaan baru,” katanya.

Senada, psikolog klinis lulusan dari Universitas Indonesia (UI) Muthmainah Mufidah, M.Psi., Psikolog menggarisbawahi pentingnya untuk mengenali kebutuhan diri sendiri terlebih dahulu untuk mewujudkan keseimbangan dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan.

“Kenali kebutuhan diri, kalau badan sudah memberikan sinyal-sinyal untuk istirahat maka didengarkan, dan lakukan self-care secara rutin,” katanya melalui keterangan tertulis.

Nirmala menambahkan sebagian orang masih kesulitan meluangkan waktu bagi dirinya sendiri dengan alasan banyaknya beban kerja sehingga waktu sudah habis tersita. Padahal, bisa jadi masalahnya bukan terletak pada beban kerja melainkan pada beban pikiran individu tersebut.

“Banyak orang dari kita itu lebih belum bisa melihat celahnya itu, kenapa? Karena sebenarnya bukan pekerjaannya yang padat, kadang di dirinya sendiri yang sudah padat. Padat dengan pikiran dia, ‘Aku harusnya begini-begitu’. Sehingga dia nggak punya waktu, semua waktu harus didedikasikan untuk satu hal,” katanya.

Menurut Nirmala, masyarakat biasa tumbuh dengan pandangan bahwa kesuksesan akan datang jika seseorang bekerja keras, bahkan tak mengenal waktu. Pandangan tersebut keliru, imbuhnya. Ia menekankan, bukan kerja keras melainkan kerja pintar atau smart.

Bekerja secara pintar berarti mampu memanajemen beban pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. Pekerja disarankan untuk hanya fokus pada hal-hal yang memang perlu dikerjakan sesuai dengan tanggung jawab dan porsinya.

“Saya setuju bahwa kita memang harus kerja smart, tidak harus kerja sampai sekeras itu seperti tidak kenal waktu. Kita bisa memanajemen itu. Ketika kita bicara work smart, ya, kita harus bisa memanajemen itu dan menyeimbangkan hidup itu,” kata Nirmala.*

Baca juga: Jusuf Kalla ingatkan umat Islam hidup seimbang

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022